“Baiklah, Mi. Kalau tidak bisa menginap di hotel, aku minta
dibelikan kelinci saja. Aku suka Mi, sama kelinci. Aku janji aku akan rajin
puasa sampai Maghrib kalau aku punya kelinci. Aku akan saying-sayang dia jadi
aku tidak bosan. Aku akan kasi dia makan dan bersihkan kotorannya. Ya Mi, ya…
Belikan kelinci, ya…”
“Bilqis, tidak cukupkah surga bagimu? Mengapa masih minta
hadiah macam-macam? Kalau uangnya ada pasti kamu dituruti. Tapi kalau tidak
ada, kita tidak bisa memaksa Allah. Namanya sekarang sudah waktunya belajar
puasa ya tetap saja belajar. Apa masih kurang yang sudah diberikan Allah selama
ini buat Bilqis?” kataku.
“Hmm… Baiklah, Mi. Aku besok akan belajar puasa, ya. Aku akan
puasa sampai Maghrib!” tekad Bilqis.
“Alhamdulillah, gitu dong…” leganya…
Begitulah secuplik drama belajar puasa oleh Bilqis, salah
satu putriku yang tahun ini umurnya genap 7 tahun menurut kalender Hijriyah.
Dia memang lahir di Bulan Ramadan. Karena itu, aku mulai mengajaknya belajar
berpuasa.
Sebenarnya aku tidak menetapkan target yang muluk-muluk. Aku
hanya ingin dia bisa lebih baik daripada Ramadan sebelumnya. Tahun kemarin,
atas inisiatifnya sendiri, dia sempat puasa penuh seharian di akhir Ramadan. Jadi
untuk Ramadan tahun ini, aku ingin dia bisa berpuasa penuh lebih dari sehari,
itu saja. Dan itu sebenarnya sudah bisa dia penuhi. Dia telah mengisi Bulan
Ramadan ini dengan beberapa kali berpuasa penuh hingga adzan Maghrib tiba.
Namun, rupanya dia tidak bisa begitu saja merasa tenang
dengan bilangan puasanya. Dia selalu ingin berpuasa, namun dia sering malas
bangun sahur. Dia tetap bertekad melanjutkan puasa tanpa sahur. Namun di tengah
hari atau menjelang sore, dia sudah tidak tahan lagi sehingga akhirnya
membatalkan puasanya. Sepertinya dia merasa harus bisa berpuasa penuh, namun
secara fisik dia juga merasa berat. Karenanya, dia beberapa kali mengajukan
permohonan imbalan agar dia bisa lebih bersemangat menjalani puasa seharian.
Maka terjadilah dialog di atas. Terharu juga hati ini mengetahui ternyata surga
telah mampu menjadi motivasi dalam dirinya. Walau aku sadar, sebenarnya
berpuasa masih berat baginya.
Untuk menghargai usahanya, sekaligus mencari suasana baru di
Bulan Ramadan, maka kami pun menyewa sebuah kamar hotel begitu menerima tambahan
rejeki di bulan ini. Cukup satu malam saja. Itu pun hotel murah dan mudah
dijangkau dari tempat tinggal yang menjadi pilihan kami, yaitu Hotel Mirah
Sartika.
Kami tertarik memilih hotel ini selain karena harganya yang
ramah, juga kamarnya yang lebih luas dibanding kamar hotel kebanyakan. Lagipula,
aku membaca beberapa ulasan positif tentang hotel ini. Antara lain, hotel ini
disebut memiliki pegawai-pegawai yang ramah dan menu masakan restoran enak. Saat
aku cek harga makanan di restoran hotel Mirah Santika, ternyata juga tidak
terlalu mahal untuk ukuran sebuah restoran di dalam hotel. Wah, lumayan juga kan,
kalau bisa berbuka puasa dan menikmati menu sahur tanpa harus keluar hotel?
Karena terus terang, aku jarang menemui restoran di hotel
yang memiliki citarasa lezat dalam sajiannya. Kebanyakan, rasanya biasa-biasa
saja. Apalagi, biasanya harga makanannya pun melambung tinggi. Kalau bukan
karena pernah ada yang merekomendasikan restorannya, biasanya kami akan memilih
makan di luar saja jika sedang menginap di hotel. Kami akan mencari restoran
yang memang khusus bergelut mengolah makanan untuk memuaskan lidah dan perut
yang kosong.
Dan akhirnya, kami memang berbuka puasa di restoran dalam
hotel Mirah Sartika ini. Aku memilih menu Nasi Timbel Komplit. Suamiku memilih
Nasi Goreng a la Chef. Kedua putriku menginginkan Mi Kuah. Sedangkan putra kami
ingin mencoba Mi Gorengnya. Kami mendapat pengalaman yang menyenangkan menikmati
hidangan di sini. Untuk ulasan tentang menu Nasi Timbel Komplit yang aku pilih,
bisa dibaca pada artikel sebelumnya.
Baca: Menikmati Kuliner
Khas Bogor Di Penghujung Bulan Ramadan.
Menurut suamiku, Nasi Goreng di sini memang istimewa.
Bahannya ya biasa saja. Hanya nasi yang digoreng dengan bumbu ditambah potongan
ayam dan beberapa bahan yang lain. Namun rasanya begitu menggoyang lidah. Tak
salah jika hidangan ini diberi embel-embel “a la Chef.”
Untuk Mi Kuah pun, putriku begitu sangat menikmatinya. Katanya
benar-benar enak. Mi Kuah ini berupa mi berkuah dengan tambahan isi yang
variatif. Ada potongan ayam, sosis, baso, tahu, udang, sawi hijau dan kubis.
Putriku tidak bersedia untuk menerima saranku agar berhenti memakannya karena
kukira dia sudah mulai kenyang. Maksudku, biar dihabiskan oleh yang lain saja. Dia
lebih memilih untuk tetap menikmatinya lambat-lambat. Untung saja restoran di hotel
ini memang sedang sepi pengunjung, sehingga kami bisa berlama-lama di sini.
Sedangkan untuk Mi Goreng, putraku mengaku kepedasan.
Walaupun katanya sebenarnya rasanya sedap. Pengakuan yang sama yang dilontarkan
Suami saat menghabiskan sisa Mi Goreng putraku itu.
Menurut resepsionisnya, restoran di Hotel Mirah Sartika
melayani pesanan makanan selama 24 jam.
Harga sewa kamar yang kami bayar sudah
termasuk menu sahur untuk 3 orang. Karena kami memilih Deluxe Room dengan
tambahan kasur. Menu sahur? Hmm… Agak kawatir juga mengandalkannya. Jangan-jangan
menunya hanya berupa roti isi selai seperti kebanyakan sarapan gratis yang
disediakan hotel lain. Mana cukup untuk mengisi cadangan energy kami selama
berpuasa seharian? Maka aku pun menanyakan lebih detil tentang menu sahurnya
kepada resepsionis. Katanya, “Menu tidak tentu, bisa berubah-ubah. Yang pasti
menu nasi lengkap dengan lauk pauk dan sayurnya.” Ah, bagus lah kalau begitu.
Cukup optimis juga aku menduga-duga seperti apa menu sahur
yang disediakan hotel ini. Jika para kokinya jago masak dan mampu menyajikan
hidangan lezat seperti yang sudah kami nikmati saat berbuka puasa tadi,
mestinya kami juga akan menerima menu sahur yang tak jauh berbeda ya
citarasanya. Masa iya, punya tenaga ahli masak di restoran, tapi hotel ini akan
memesan di luar untuk menu sahurnya?
Dan penasaranku terjawab sudah. Pukul 3 pagi lewat 5 menit,
menu sahur kami pun diantar ke kamar. Wow! Nasi Goreng! Salah satu menu favorit
keluarga, nih. Kata Suami, Nasi Goreng ini berbeda dengan menu Nasi Goreng a la
Chef kemarin malam. Namun rasanya, lumayan juga, kok. Citarasanya Indonesia
sekali. Langsung bisa diindera dari telur mata sapinya yang digoreng matang.
Terus terang, saya memang tidak suka dengan telur setengah matang a la Barat
itu. Hehehe… Dan kering kentangnya itu, aduh… gurih dan nikmat sekali! Kami pun memesan 2 porsi menu sahur lagi untuk anak-anak yang lain. Kali ini tentu terkena biaya. Harganya 25.000 rupiah saja per porsi. Bahkan, putraku sampai mampu menandaskan 2 piring!
Menurutku, masakannya memang merupakan poin juara dari hotel
ini. Hotel ini adalah hotel lama, dengan perabotan yang lama. Kata resepsionis,
untuk Executive Room (yang harganya di atas Deluxe Room pilihan kami), bangunannya
diperbarui dan dilengkapi dengan perabotan yang baru. Kami lebih memilih Deluxe
Room karena luas kamarnya sama dengan fasilitas yang sama, hanya saja memang
memakai perabotan lama.
Toh, bagi anak-anak, standar kenyamanan sebuah hotel itu sederhana saja. Asal ada tempat cukup untuk tidur, ber-AC, memiliki TV satelit dan lampu tidur. Hehehe... Apa lagi di sini kamar mandinya menggunakan bathtub. Sudah cukup menjadi sarana rekreasi bagi anak-anak berhubung hotel ini tidak memiliki fasilitas kolam renang.
Itulah pengalaman kami menginap dan menikmati hidangan di
restoran Hotel Mirah Sartika. Jika Anda sedang berada di sekitar sini, Anda
bisa mampir untuk mencicipi menunya. Lokasinya di dekat Taman Topi Bogor,
tepatnya di Jalan Dewi Sartika 6A. Dari Taman Topi, akan tampak papan namanya
di ruas kanan jalan dekat kantor BRI. Susuri saja jalan kecil di sebelah kantor
BRI tersebut. Hotel Mirah Sartika terletak di belakang bangunan ini. Selamat
berpetualang!
Posting Komentar
Posting Komentar