Ramadan telah berakhir. Idul
Fitri pun menjelang. Namun ada kenangan yang tersisa di Bulan Puasa tahun ini. Beberapa
hari lalu, kami sekeluarga menyempatkan diri untuk berganti suasana agar
anak-anak yang sedang belajar puasa ini tidak bosan di rumah saja. Mereka
meminta untuk diizinkan bermalam di hotel. Alhamdulillah, ada rejeki ekstra
datang menghampiri. Sehingga kami pun mengabulkan permintaan mereka. Menginap
di hotel selama satu malam saja.
Setelah berselancar ke sana ke
mari di dunia maya, akhirnya pilihan kami jatuh pada Hotel Mirah Sartika yang
terletak di kota tempat kami tinggal, yaitu Bogor. Tepatnya di Jalan Dewi
Sartika Nomor 6A, dekat Taman Topi. Yang membuat kami tertarik adalah tentu
saja karena biayanya yang murah dengan kamar yang cukup luas dibandingkan
kebanyakan hotel sekelasnya. Ya, kami butuh ruang yang luas mengingat kami
bertujuh.
Selain itu, hal menarik lainnya
adalah beberapa komentar yang menyatakan bahwa makanan di restoran hotel ini
rasanya cukup nikmat. Wah, terus terang, jarang-jarang lho saya menemukan
restoran milik hotel yang memiliki hidangan lezat. Biasanya rasanya tawar saja,
tidak ada yang istimewa dengan harga yang melambung. Makanya kami sekeluarga
biasa makan di luar jika sedang menginap di hotel. Lagipula, saat saya mengecek
harga menu di restoran Hotel Mirah Sartika ini sebenarnya tidak terlalu mahal,
kok. Standar saja untuk ukuran restoran biasa. Hmm… Patut dicoba, ya. Apatah
lagi, ternyata memang di sekitar lokasi hotel ini tidak ada restoran yang dapat
ditempuh hanya dengan jalan kaki. Bulat sudah tekad kami untuk berbuka puasa di
restoran dalam hotel ini saja.
Adzan pun berkumandang. Setelah
kami melepas dahaga dan lapar dengan tegukan air dan sedikit gorengan,
dilanjutkan dengan Shalat Maghrib, kami pun bersama turun menuju restoran.
Masing-masing memesan menu yang berbeda sesuai selera. Kalau saya, saya memilih
menu Nasi Timbel Komplit. Selain karena sepertinya ini adalah menu yang paling
khas tradisional di restoran ini, juga karena dari dulu saya penasaran
dengannya. Sudah 2,5 tahun saya tinggal di Tanah Pasundan, tepatnya di daerah Bogor,
namun tak sekali pun mengetahui dan melihat dengan mata kepala sendiri seperti
apa sebenarnya Nasi Timbel itu.
Dan ternyata, sebenarnya Nasi
Timbel itu, atau dalam Bahasa Sunda sebutannya adalah Sangu Timeul, merupakan
masakan Indonesia Khas Sunda, Jawa Barat berupa nasi pada umumnya. Hanya saja, nasi
yang digunakan adalah nasi yang pulen, istilahnya dalam Bahasa Sunda. Biasanya beras
yang dipakai untuk Nasi Timbel ini adalah jenis Beras Bagolo atau Beras Merah
Campuran. Selain itu, penyajian Nasi Timbel juga umumnya dibungkus dengan daun
pisang.
Akan tetapi, Nasi Timbel di
restoran Hotel Mirah Sartika ini ternyata tidak dibungkus dengan daun pisang,
melainkan dicetak dengan mangkuk kecil dan bertaburkan bawang goreng. Lauk
pelengkapnya terdiri dari ayam goreng, tempe goreng, ikan asin kecil-kecil,
sambal dan lalapan berupa lembaran sayur kubis, irisan tomat dan timun segar
yang dibentuk bunga. Tak lupa didampingi pula dengan sayur asam. Lengkap deh, nutrisinya. Benar-benar menu buka puasa yang sehat.
Rasanya? Ternyata memang benar
enak, lho. Setiap elemennya diolah dan dimasak dengan cermat dan komposisi
bumbu yang pas. Nasinya tentu saja pulen dengan kematangan yang tepat. Taburan
bawang gorengnya sangat garing dan gurih. Daging ayamnya empuk dan digoreng
dengan sedikit balutan kremes dalam bumbu bercitarasa sangat tradisional.
Renyah dan sangat nikmat. Ikan asinnya begitu imut-imut ukurannya. Digoreng
hingga kriuk, tidak ada sensasi alot sama sekali. Kalau tempenya, saya tidak sempat
mencobanya karena diminta oleh anak saya. Namun sekilas, saya melihat
potongannya cukup tebal dengan warna yang menunjukkan ketepatan waktu
menggoreng. Demikian pula sambalnya tidak saya coba karena saya tidak suka
pedas. Sayur asamnya? Berisi nangka muda, kacang panjang, jagung, kacang tanah
dan buah melinjo. Rasanya? Seluruh bumbunya berpadu dengan pas. Saya bersyukur
karena sayur asamnya tidak pedas. Hehehe… Bahagia sekali rasanya. Akhirnya saya
bisa mengenal salah satu kuliner tradisional Sunda, yaitu Nasi Timbel, dengan
pengalaman yang sangat menyenangkan.
Sepulang dari Hotel Mirah
Sartika, anak-anak minta bermain di Taman Topi. Baiklah. Tapi karena sudah
adzan Dhuhur, maka kami menjalankan ibadah shalat dulu di musolanya. Ternyata,
di sebelah musola tersebut terdapat kios yang menjual oleh-oleh khas Bogor,
yaitu Roti Unyil Venus dan Lapis Bogor Sangkuriang. Langsung saja pilihan anak-anak
jatuh pada Lapis Bogor, karena memang makanan ini adalah favorit dalam keluarga
kami sejak awal pindah ke Bogor.
Lapis Bogor adalah jajanan bolu berbentuk
balok memanjang yang terdiri dari 2 lapis, yaitu warna ungu di atas dan kuning
di bawah. Kemudian bagian atasnya dihiasi krim putih dan parutan keju yang
tebal. Bahan baku dari lapis ini adalah tepung yang terbuat dari talas. Sebagaimana
kita ketahui, talas merupakan komoditi khas dari Bogor. Penggunaan tepung talas
dalam panganan ini memberikan tekstur yang sangat lembut sekaligus sensasi rasa
yang lebih legit dan mengenyangkan dibandingkan jika menggunakan tepung terigu.
Lapis Bogor ada banyak mereknya.
Yang pertama dan paling terkenal memang Lapis Bogor Sangkuriang. Menurutku, rasa
Lapis Bogor dari tiap-tiap merek itu hampir mirip, sih. Jadi, jika Anda tidak
menemukan Lapis Bogor Sangkuriang, Anda masih bisa beralih pada merek lain.
Kecuali, ada Lapis Bogor dengan merek yang bernuansa Barat yang krimnya terlalu
manis bagiku.
Setelah asyik bermain di Taman
Topi, kami pun pulang menggunakan Kereta Api Listrik. Stasiunnya sih, dekat
dari Taman Topi, tinggal jalan kaki saja. Namun rupanya hari itu antrian loket
sedang mengular tak terkira. Sepertinya, arus mudik sudah melaju padat, ya.
Karena kebanyakan para penumpang ini tidak akrab dengan sistem loket di sini,
jadilah proses transaksi sering tersendat. Apalagi mesin untuk membeli tiket
secara mandiri pun ternyata tidak mau menerima lembaran uang yang lecek
walaupun hanya sedikit.
Tentu saja hal ini membuat
anak-anak kelelahan dan bosan. Mereka berjalan berkeliling tak tentu arah,
duduk sebentar, bermain, lalu berputar-putar lagi. Sampai-sampai, salah satu
putriku berusaha membunuh rasa jenuhnya dengan meminta dipotret di took cinderamata
milik stasiun ini. Hehehe… Ada-ada saja.
Karena kelaparan, Si Bungsu pun
tiba-tiba berinisiatif membuka kotak Lapis Bogor dan mulai memakannya sambil
duduk dengan nyaman di lantai. Hahaha… Ya, mau bagaimana lagi. Memang di
stasiun ini tidak disediakan bangku yang cukup banyak untuk menampung jumlah
pembeli tiket yang membludak begini. Kakak-kakaknya pun mulai waswas kawatir
Lapis Bogor habis sebelum waktunya berbuka puasa. Hihihi… Masa sih, perut
semungil itu bisa menghabiskan semuanya. Kalau pun iya, toh, kita masih bisa
membelinya lagi nanti. Karena Lapis Bogor ini cukup mudah ditemui gerainya di
sepanjang jalan di Bogor, termasuk di dekat rumah kami.
Demikianlah ceritaku tentang dua
jenis kuliner khas Bogor ini. Jika Anda sedang berkunjung ke Bogor, jangan lupa
untuk menyempatkan diri mencicipi Nasi Timbel dan Lapis Bogor, ya. Saya sangat merekomendasikan
keduanya. Tentu saja, selain itu masih banyak kuliner khas Bogor yang patut
dicoba. Ada Roti Unyil Venus seperti yang saya sebutkan sebelumnya, Bika Bogor,
Kacang Bogor, Ubi bakar Cilembu, Asinan Bogor, Laksa Bogor, Soto Mi, Cungkring,
Bapatong, Toge Goreng, Doclang dan masih banyak lagi. Jangan lupa, mampir ya!
Ini krn mba ART dan babysitterku mudik, aku udh booking hotel di bNdung, puncak dan bogor mba :D. Udh mulai browsing kuliner2 apa aja yg mau aku coba di bogor dan 2 tempat lainnya. Di bogor nanti aku bakal 3hr 2 mlm. Makanya mau puas2in wisata kuliner :D. Lapis bogor aku ga begitu doyan, tp kalo asinan bogor, toge doclangnya, soto bogor, suka bangettt :D. Kalo roti unyil venus, dr dulu fav ku cm yg rasa jagung manis :)
BalasHapushihihi... berarti sukanya yang gurih2 ya... soalnya aku suka yang manis2 :)
Hapus