"Ibu, ini kami sarankan untuk melahirkan di rumah sakit ya, Bu. karena Ibu memiliki 3 faktor risti alias risiko tinggi," papar Bu Bidan. Sang Ibu hanya bisa mengangguk gamang. Rumah sakit, terbayang serentetan angka di benaknya.
Disampaikannya hal tersebut ke suaminya. Suaminya segera mengangguk setuju dengan mantap. Semudah itukah?
Dan pertanyaan dalam hatinya segera terjawab saat mereka melewati ruang bersalin di Puskesmas itu menuju jalan pulang. Sang Suami berhenti sebentar, mengamati kembali bagian dalamnya dari balik jendela, seperti pagi tadi.
"Sayang sekali ya, tidak bisa melahirkan di sini. Padahal tarifnya sangat murah dengan tempat yang nyaman dan cukup terjaga privasinya. Sarana lengkap, petugasnya telaten dan sabar. Bahkan dokter perempuan spesialis kandungan pun ada," Sang Suami menghela nafasnya perlahan.
"Tapi di sini tidak ada ruang operasi. Sedangkan kondisi sepertiku berisiko tinggi mengalami pendarahan hebat pasca persalinan. Katanya, jika terjadi pendarahan, penanganannya tidak bisa ditunda lama. Hitungan detik itu sangat berarti," ulang Sang Ibu menirukan penjelasan Bu Bidan.
"Iya, tidak apa-apa. Kita cari rumah sakit untukmu sekarang, ya," jawab Sang Suami.
Dan pertanyaan dalam hatinya segera terjawab saat mereka melewati ruang bersalin di Puskesmas itu menuju jalan pulang. Sang Suami berhenti sebentar, mengamati kembali bagian dalamnya dari balik jendela, seperti pagi tadi.
"Sayang sekali ya, tidak bisa melahirkan di sini. Padahal tarifnya sangat murah dengan tempat yang nyaman dan cukup terjaga privasinya. Sarana lengkap, petugasnya telaten dan sabar. Bahkan dokter perempuan spesialis kandungan pun ada," Sang Suami menghela nafasnya perlahan.
"Tapi di sini tidak ada ruang operasi. Sedangkan kondisi sepertiku berisiko tinggi mengalami pendarahan hebat pasca persalinan. Katanya, jika terjadi pendarahan, penanganannya tidak bisa ditunda lama. Hitungan detik itu sangat berarti," ulang Sang Ibu menirukan penjelasan Bu Bidan.
"Iya, tidak apa-apa. Kita cari rumah sakit untukmu sekarang, ya," jawab Sang Suami.
***
Tergambar jelas olehnya bagaimana sore itu sayup-sayup Sang Suami menanyakan petugas kemungkinan bisa menekan biaya lagi dari yang sudah tercantum di bagian kasir. Ia mengenal suaminya. Walaupun berulang kali meyakinkan Sang Ibu pasti ada rezeki untuk membayar semuanya, namun perilaku tersebut menunjukkan bahwa Sang Suami pun sebenarnya belum tahu dari arah mana rezeki itu datang.
Hidup di perantauan tanpa memiliki asuransi jenis apa pun membuat mereka harus selalu siap untuk membayar biaya rumah sakit dengan tarif umum. Sayu mata Sang Ibu menatap daftar yang dibuatnya sendiri tentang perkiraan biaya persalinan dan berbagai pernik renik yang menyertainya. Entah apa yang bisa membuat tiap poin di dalamnya bisa tercentang tanda sudah dilunasi.
Pemasangan maupun penulisan artikel blog yang dibiayai oleh pihak sponsor tentu tak cukup menyesuaikan nominalnya. Menang lomba? Huff, entah mengapa, belakangan ini hadiah-hadiah utamanya hanya melayang-layang dan akhirnya terbang menuju para pemenang. Jangankan hadiah mobil seperti yang didapat Khoirun Nizam, bloger muda asal Surabaya itu. Yang hadiahnya 'sekadar' jutaan, tak satu pun yang singgah mengetuk pintu rumahnya.
Ah, iya. Sebenarnya Sang Ibu sempat menaruh harap pada jumlah rupiah yang disebut di dalam surat elektronik untuknya. Cukuplah untuk menutup biaya paket persalinan dengan kamar VIP di rumah sakit. Sebuah tawaran yang menggiurkan dari situs yang ingin memasang iklan di blognya selama 3 bulan.
"Fiuh, mengapa teman-teman bloger membahas ini di grup, sih?" keluh Sang Ibu dalam hati. Namun segera ia menyadari kekonyolan pikirannya. Tentu saja mengetahui kebenarannya itu lebih baik.
Rupanya tidak hanya Sang Ibu yang mendapat tawaran tersebut. Ramailah grup bloger itu membahasnya. Dan akhirnya terbuka bahwa sesungguhnya itu adalah situs judi berkedok situs berita.
"Huhuhu... Kalau sudah tahu, mana mau aku menjemput rezeki dengan cara begini," desah Sang Ibu.
Hidup di perantauan tanpa memiliki asuransi jenis apa pun membuat mereka harus selalu siap untuk membayar biaya rumah sakit dengan tarif umum. Sayu mata Sang Ibu menatap daftar yang dibuatnya sendiri tentang perkiraan biaya persalinan dan berbagai pernik renik yang menyertainya. Entah apa yang bisa membuat tiap poin di dalamnya bisa tercentang tanda sudah dilunasi.
Pemasangan maupun penulisan artikel blog yang dibiayai oleh pihak sponsor tentu tak cukup menyesuaikan nominalnya. Menang lomba? Huff, entah mengapa, belakangan ini hadiah-hadiah utamanya hanya melayang-layang dan akhirnya terbang menuju para pemenang. Jangankan hadiah mobil seperti yang didapat Khoirun Nizam, bloger muda asal Surabaya itu. Yang hadiahnya 'sekadar' jutaan, tak satu pun yang singgah mengetuk pintu rumahnya.
Ah, iya. Sebenarnya Sang Ibu sempat menaruh harap pada jumlah rupiah yang disebut di dalam surat elektronik untuknya. Cukuplah untuk menutup biaya paket persalinan dengan kamar VIP di rumah sakit. Sebuah tawaran yang menggiurkan dari situs yang ingin memasang iklan di blognya selama 3 bulan.
"Fiuh, mengapa teman-teman bloger membahas ini di grup, sih?" keluh Sang Ibu dalam hati. Namun segera ia menyadari kekonyolan pikirannya. Tentu saja mengetahui kebenarannya itu lebih baik.
Rupanya tidak hanya Sang Ibu yang mendapat tawaran tersebut. Ramailah grup bloger itu membahasnya. Dan akhirnya terbuka bahwa sesungguhnya itu adalah situs judi berkedok situs berita.
"Huhuhu... Kalau sudah tahu, mana mau aku menjemput rezeki dengan cara begini," desah Sang Ibu.
***
"Kalau bisa jangan minggu ini ya, Bu. Mulai minggu depan lah semoga bayinya sudah lebih besar dan siap untuk dilahirkan," saran dokter spesialis kandungan setelah melihat perkiraan berat janin melalui USG.
Minggu depan itu adalah minggu ini. Sang Ibu tak tahu apakah kini berat janinnya sudah aman untuk dilahirkan. Namun cengkeraman itu terasa semakin sering dari dalam tubuh.
Perlahan namun pasti, sensasi sakit terus bertambah tekanannya. Sang Ibu mengajak suaminya bersiap ke rumah sakit. Anak terkecilnya yang serta-merta merengek pun turut dibawanya.
Ruang IGD adalah tujuan utama mereka. Segera Sang Ibu dipersilakan perawat berbaring di atas ranjang yang tersedia. Dan pecahlah tangis anaknya mengetahui dirinya tak dapat tetap di samping Sang Ibu. Samar terdengar suara tangisannya makin menjauh. Sepertinya Sang Suami membawanya keluar rumah sakit agar tidak mengganggu penanganan Sang Ibu oleh pihak medis.
"Bukaan 4 ya, Bu," kata Bu Bidan begitu selesai melakukan pemeriksaan dalam.
Perawat kembali memompa alat dalam genggamannya. Matanya menatap lekat gerak cairan yang turun di hadapannya. Sudah berkali-kali ia melakukannya. Seakan tak ada puasnya. Rupanya ia kawatir salah mengukur tensi darah Sang Ibu.
"Ibu sedang takut?" tanya perawat. Ah, pertanyaan macam apa ini. Walau bukan pengalaman pertama, tentu saja menghadapi proses yang banyak orang menyebutnya sebagai pertaruhan nyawa ini wajar saja membuat Sang Ibu tegang.
Bukan salah perawat juga jika keheranan. Karena memang riwayat tensi darahnya selalu normal selama kehamilan. Bidan pun menelepon dokter yang selama ini memeriksa kehamilan Sang Ibu.
"Ibu ingin pipis?" tanya bidan.
"Tidak," jawab Sang Ibu.
"Tapi ini diminta dokter mengambil sampel urin untuk memeriksa penyebab tingginya tensi Ibu. Ibu pipis dulu, ya. Nanti urinnya ditampung di sini," bidan itu menyodorkan tabung plastik kecil. Sang Ibu hanya bisa meringis menahan kontraksi yang kembali datang.
Begitu agak reda, Sang Ibu perlahan menuruni ranjang. Baru saja akan melangkah menjauh, Sang Ibu kembali memilih untuk merapatkan tubuhnya ke ranjang. Karena gelombang cinta itu kembali hadir dan dia benar-benar ingin buang air kecil sekarang!
Setelah kontraksi kembali berangsur menghilang, Sang Ibu mendekati tim medis dan berusaha menyampaikan keinginannya untuk pipis di atas ranjang saja. Sepertinya ia sudah tak kuat lagi untuk berjalan.
Belum sempat mengutarakan maksudnya, kembali perutnya mengalami tekanan sedemikian dahsyat. Para perawat melihat perubahan mimik mukanya dan segera menyarankan Sang Ibu untuk duduk dulu.
"Baiklah, mari lakukan dengan cepat!" bisik Sang Ibu dalam hati begitu remasan dalam perutnya mengendur. Ia bertekad segera menyerahkan sampel urin yang dibutuhkan.
"Di mana kamar mandinya?" tanya Sang Ibu pada perawat. Ternyata kamar mandinya dekat saja di dalam ruangan. Bergegas ia masuk dan berusaha mengeluarkan air seninya.
Ah, rupanya dorongan yang muncul kali ini bukan ingin buang air kecil, melainkan besar. "Baiklah, tuntaskan saja dulu hajatnya," tekadnya kembali. Begitu Sang Ibu mengejan, ia segera menyadari bahwa yang terbuka adalah jalan yang berbeda!
Tak mungkin lagi dia menahannya. Tak sanggup pula Sang Ibu berdiri untuk meminta pertolongan. Tampaknya takdir mengharuskan dia merengkuh seluruh kepercayaan dirinya untuk menyelesaikan proses ini sendirian.
Dengan satu helaan nafas panjang, tangis lembut itu pun pecah. Segenap kekawatiran berubah lega. "Bu Bidan! Tolong bayinya!" teriak Sang Ibu sambil berusaha membuka kunci pintu untuk meminta penanganan lebih lanjut.
***
Sang Ibu telah dibersihkan dan dijahit lukanya. Agak gusar ia menunggu, "Mengapa lama sekali bayinya belum diantar ke sini? Sehatkah ia? Normalkah? Apakah terjadi sesuatu padanya di toilet tadi? Apakah dia harus diinkubasi karena terlalu kecil?"
Sejurus kemudian perawat datang dan meletakkan Sang Bayi dalam pelukannya, "Selamat ya, Bu. Bayinya sehat, normal, beratnya 2,4 kg, perempuan."
"Perempuan?" Sang Ibu antara tak percaya dan bahagia. Semua kabar yang disampaikan perawat itu adalah kabar gembira. Terlintas di benaknya lembaran daftar perkiraan biaya yang dibuatnya.
Tidak. Ia memang tetap tidak bisa mencentang semua poin yang tertulis sebagai tanda telah lunas. Ia tidak perlu melunasinya.
Karena yang ia dapatkan adalah jalan untuk mencoret banyak poin di sana. Ia mencoret poin biaya dokter, karena Sang Ibu tidak menggunakan bantuan dokter saat persalinan. Ia mencoret poin biaya operasi, karena ia tidak menjalaninya. Ia mencoret biaya NICU, karena bayinya dinyatakan normal. Ia bahkan mengurangi biaya aqiqah 2 kambing, karena ternyata bayi yang lahir bukan laki-laki seperti hasil USG selama ini. Semua biaya yang terhapus itu jumlahnya sudah melampaui yang ditawarkan situs judi dulu.
Menjadi bloger memang bisa menjadi jalan rezeki. Rezeki yang menanti di jalan ini pun bisa recehan hingga ratusan juta. Namun yang namanya rezeki tidak melulu mendapatkan harta yang banyak. Menghemat banyak biaya juga sebuah rezeki tak ternilai.
Ditimangnya Sang Bayi cantik itu. Tak sabar rasanya mengabarkan pada Sang Kakak baru bahwa adiknya perempuan, seperti impiannya. Ngomong-ngomong, ke mana tadi perginya Sang Suami untuk menenangkan anaknya, ya?
Karena yang ia dapatkan adalah jalan untuk mencoret banyak poin di sana. Ia mencoret poin biaya dokter, karena Sang Ibu tidak menggunakan bantuan dokter saat persalinan. Ia mencoret poin biaya operasi, karena ia tidak menjalaninya. Ia mencoret biaya NICU, karena bayinya dinyatakan normal. Ia bahkan mengurangi biaya aqiqah 2 kambing, karena ternyata bayi yang lahir bukan laki-laki seperti hasil USG selama ini. Semua biaya yang terhapus itu jumlahnya sudah melampaui yang ditawarkan situs judi dulu.
Menjadi bloger memang bisa menjadi jalan rezeki. Rezeki yang menanti di jalan ini pun bisa recehan hingga ratusan juta. Namun yang namanya rezeki tidak melulu mendapatkan harta yang banyak. Menghemat banyak biaya juga sebuah rezeki tak ternilai.
Ditimangnya Sang Bayi cantik itu. Tak sabar rasanya mengabarkan pada Sang Kakak baru bahwa adiknya perempuan, seperti impiannya. Ngomong-ngomong, ke mana tadi perginya Sang Suami untuk menenangkan anaknya, ya?
"Tulisan ini diikutsertakan dalam Giveaway Sinizam.com"
good ya mbak, jangan lupa isi formulir pendaftaran :))
BalasHapusUdah dong😊
HapusCakep, suka sekali dengan ceritanya. TOP Mbak Farida
BalasHapusTerimakasih, say😊
HapusDaebak mbak, hihihi mas nizam. Duh, jadi keinget hadiahnya nih. Mobil kece, hemmm.... Kesempatan yg sangat besar. Sukses terus mbak.. Kalo rezeki nggak akan kemana kok. Hihihi #DuniaFaisol
BalasHapusSukses jg untukmu ya😊
HapusIni beneran cerpen? Kok berasa true story 😭
BalasHapusIni beneran cerpen? Kok berasa true story 😭
BalasHapusHehehe.. Cerpen nonfiksi😊
HapusDan langsung elus perut hbs baca ini... aahh, berusaha yg terbaik aja deh buat bebiku. Jalan rejeki mmg tdk ada yg tau.. Allah maha kaya 😇 hihihiii... (tetiba jd ikutan baper mo ngadepin sc ke 4 ku😂)
BalasHapusSemangat ya, Rahma😊
Hapusbagus mba ceritanya
BalasHapusAlhamdulillah😊
Hapusrencana Allah pasti lebih baik ya, mbak dari rencana kita. intinya kita harus yakin Allah pasti sudah menyiapkan rezeki yang cukup untuk kita
BalasHapusBetul sekali. Rizki itu pasti cukup😊
HapusJadi..menikmati sampai tuntas.. dan berkaca2..
BalasHapusSemoga bermanfaat ya😊
Hapusya ampun mbak, baca ceritanya jadi merinding sekaligus terharu. semoga adeknya jadi anak yang sholehah
BalasHapusAamiin..
Hapusini cerpen atau kisah nyata mbak? saya bacanya sampai terharu. Ada letupan emosi ketika membacanya, terbawa suasana
BalasHapusCerpennya nonfiksi sih memang😊
HapusTerharu banget bacanya. Good luck buat GAnya ya mbak.
BalasHapuswww.ursula-meta.com
Terimakasih ya😊
Hapussaya banget ini --> "Hidup di perantauan tanpa memiliki asuransi jenis apa pun membuat mereka harus selalu siap untuk membayar biaya rumah sakit dengan tarif umum "..diakhir cerita saya kok merasa lega ya bacanya Alhamdulilah :)..
BalasHapusAlhamdulillah😊
Hapusaku sedang menanti mba duh ceritanya klo real mudah sekali lahirannya aku sudah 4hari pembukaan belum bertambah masyaAlloh galau banget mba krn terakhir periksa bayi ga aktif semoga aku dimudahkanNya aamiin
BalasHapusAamiin.. Semoga yg ini dimudahkan ya, sehat selalu ibu dan bayinya😊
HapusJadi lairan di toilet RS mba..? Kayak sodaraku..lairannya di taksi menuju RS. Jd nyampe rumah sakit tinggal bersih2 doang😀
BalasHapusHihihi.. Begitulah😀
HapusTerharu mbak, kok si adek bayi sama kayak emakku waktu nglahirin aku ya. Si emakku dulu pengen BAB di sungai. Eh, ternyata malah aku yang lahir ke dunia ini. Semoga mbak Farida dan keluarga tetap diberi nikmat kesehatan dan rejeki yang berlimpah ya.
BalasHapusMasyaallah, aamiin..
HapusSetuju, rejeki itu tidak melulu harta.. Setiap desahan napas yang kita lakukan setiap hari juga rejeki.. Hehehe.. Keren mbak artikelnya
BalasHapusAlhamdulillah😊
HapusKayak cerita nyata alur ceritanya.
BalasHapusBagus,kak ...
Keren.
Apa beneran ini true story 😁 ?
Alhamdulillah. Iya true story😊
HapusWaah dibikin cerpen, keren. Ini benar2 kisah nyata atau ada bagian yang fiksi atau malah memang semua fiksi, Mbak? Keren, jadi cerpen berdasarkan pengalaman jadi bloger :)
BalasHapusEh, kayaknya .. seingat saya, beberapa tahun yang lalu ada lho blogger hits yang pernah melahirkannya pakai fasilitas RS yang nantinya dituliskan di blognya.
Kisah nyata😊
HapusHihihi.. Asyiknya melahirkan diendorse. Aku jg mau dong yg begitu. Mungkin rejekinya anak ke-7? Hiyaaa..😂
Hmm...lumayan enak ngelahirinnya, mudahan 4 bulan lagi proses melahirkan seringan itu akan terjadi pada istriku. Salam...
BalasHapusSalam juga. Aamiin..😊
Hapussaya selalu terharu kalau baca perjuangan seorang ibu melahirkan. semoga rejekinya ngalir terus dan sehat selalu ya, Mbak. Peluk untuk baby perempuannya :*
BalasHapusAamiin.. Peluk balik tanteee...
HapusRencana-Nya selalu lebih indah ya Mbak..seperti saat anak pertama saya terlahir dengan bagian tubuh kurang lengkap sehingga meninggal di usia 13 hari, saya dan suami sedihnya setengah mati. Tapi, setelahnya kami bersyukur. Ternyata Allah lebih sayang dia dengan membuatnya tidak lagi menderita seumur hidupnya dengan kecacatannya. Dan juga Allah punya rencana terbaik buat kami, dengan tidak membebani yang lebih dari kekuatan kami :)
BalasHapusmasyaallah, semoga menjadi tabungan di surga ya :)
HapusFaridaaaaa.... aku merinding bacanyaaa
BalasHapusALLAHU AKBAR!
hehehe... apalagi yg mengalaminya ya, ga cuma merinding :P
Hapuskok haru yaaa :(
BalasHapusMaaf😊🙏
HapusCerpen ini kan seharusnya mengharukan, tapi kok aku pengin ketawa sembari garuk kepala ya mbak setelah membacanya >.<
BalasHapusHehehe.. Lucunya di mana?
HapusMba itu beneran lahiran di toilet?? kok aku ikutan sakit perut ya bacanya huhuhu
BalasHapusiya, maaf...
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusalhamdulillah, aamiin...
Hapusrencana Allah memang lebih baik yaa mbak dari pada rencana manusia.
BalasHapusSelalu memberikan yang terbaik dan indah pada waktunya.
Alhamdulillah, betul sekali😊
HapusDulu pernah tertarik juga menulis cerpen, cuman karena gaya tulisan gua yang absurd akhirnya berakhir dengan ketidak jelasan, sama seperti hubungan gua sama doi
BalasHapushahaha... curcol... :P
HapusInsya Allah bagi yang selalu berusaha bakalan dimudahkan segala jalannya hehe
BalasHapusAamiin..
HapusBukaan ke-4. Anak ke-2. Tensinya tinggi. Dan ibu yang mau melahirkannya masih diijinkan kencing sendiri di toilet.
BalasHapusBidannya bisa diskors karena membahayakan keselamatan janin.
nah itu. padahal aku pingin boleh pipis di ranjang aja waktu itu
HapusBaru baca.. ceritanya mbak Farida. Daebaaak.. mengalir bangeet. Dan bener.. rezeki Allah mah tidak selalu berupa rupiah ya mbak.
BalasHapus