Membaca pertanyaan Mbak Suciarti Wahyuningtyas dalam sebuah artikelnya yang termuat di laman resmi Kumpulan Emak2 Blogger, membuat saya merenung. Siapkah jadi Kartini zaman sekarang? Ya, sebuah pertanyaan yang pantas diajukan pada para perempuan Indonesia di Bulan April yang identik dengan Hari Kartini ini.
Silakan baca dulu artikelnya, ya di: Siapkah Jadi Kartini Zaman Sekarang?
Dalam artikel tersebut, dipaparkan bahwa dulu Kartini bercita-cita untuk mendirikan sebuah sekolah bagi kaum perempuan yang di zamannya masih tersisih dalam hal pendidikan. Dan menurut Mbak Chichie (panggilan akrab penulis artikelnya), para perempuan Indonesia yang memulai aksinya dari rumah dan kemudian sukses bisa dikatakan sebagai pengejawantahan Kartini Zaman Sekarang. Jika kita mau melihat lebih dekat, sesungguhnya profil-profil semacam ini sangat mudah kita temukan di sekitar kita, lho.
Kartini di Sekitarku
Seperti yang aku lihat dalam kehidupanku sehari-hari ini, misalnya. Sebut saja namanya Ibu Aisyah. Beliau adalah tetangga sebelah rumahku. Aku mulai mengenal Beliau lebih dekat ketika hendak memenuhi permintaan anak-anak untuk bisa belajar membaca Alquran di TPQ masjid terdekat. Ya, Beliau adalah salah satu pengajar di sana.
TPQ di masjid ini berjalan atas inisiatif ibu-ibu yang peduli dengan pentingnya belajar membaca Alquran bagi anak-anak. Kegiatan tersebut berlangsung 3 kali seminggu dengan tenaga pengajar hanya 4 orang untuk seluruh anak di komplek perumahan kami yang berusia hingga kelas 6 SD. Keempat orang ini pun kadang kala formasinya tidak lengkap karena beberapa halangan. Entah itu kesibukan di dalam rumahtangga masing-masing, ada yang sakit, pergi dan lain-lain.
Tak mudah memang mencari tenaga pengajar tambahan. Jadinya ya, hingga sekarang hanya keempat ibu inilah yang menjadi motor penggeraknya. Syukurlah, TPQ tetap bisa berjalan secara rutin walau dengan berbagai riak-riak kesulitan yang menyertainya.
TPQ ini berjalan dengan tanpa pemungutan biaya sama sekali, lho. Pun tidak mengambil dana dari masjid. Semua murni semata sumbangsih waktu, tenaga, pikiran dan perasaan para ibu pengajar untuk anak-anak yang masih bersedia meluangkan waktu untuk mempelajari agamanya. Bahkan, tak jarang anak-anak TPQ justru pulang membawa beberapa makanan kecil dan minuman sebagai buah tangan. Entah itu kontribusi dari para pengajarnya maupun orangtua murid.
Sempat terdengar keprihatinan Ibu Aisyah terkait dengan semangat belajar anak-anak di sini. Kalau yang masih usia TK atau SD sepertinya masih wajar ya, jika terkadang di antara mereka suatu saat merasa malas belajar dan membolos dari TPQ. Namun, yang lebih menyedihkan adalah biasanya anak-anak yang sudah lulus SD tidak akan melanjutkan belajar Alquran di sana. Belajar sendiri di rumah? Ternyata tidak juga.
Tak mudah memang mencari tenaga pengajar tambahan. Jadinya ya, hingga sekarang hanya keempat ibu inilah yang menjadi motor penggeraknya. Syukurlah, TPQ tetap bisa berjalan secara rutin walau dengan berbagai riak-riak kesulitan yang menyertainya.
TPQ ini berjalan dengan tanpa pemungutan biaya sama sekali, lho. Pun tidak mengambil dana dari masjid. Semua murni semata sumbangsih waktu, tenaga, pikiran dan perasaan para ibu pengajar untuk anak-anak yang masih bersedia meluangkan waktu untuk mempelajari agamanya. Bahkan, tak jarang anak-anak TPQ justru pulang membawa beberapa makanan kecil dan minuman sebagai buah tangan. Entah itu kontribusi dari para pengajarnya maupun orangtua murid.
Sempat terdengar keprihatinan Ibu Aisyah terkait dengan semangat belajar anak-anak di sini. Kalau yang masih usia TK atau SD sepertinya masih wajar ya, jika terkadang di antara mereka suatu saat merasa malas belajar dan membolos dari TPQ. Namun, yang lebih menyedihkan adalah biasanya anak-anak yang sudah lulus SD tidak akan melanjutkan belajar Alquran di sana. Belajar sendiri di rumah? Ternyata tidak juga.
Aduhai! Bilakah saat yang bahagia itu akhirnya akan tiba, saat di mana bagi dunia kami boleh memeluk studi sebagai pengantin kami.― Sulastin Sutrisno, Surat-Surat Kartini: Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya
Duh, di zaman dulu Raden Ajeng Kartini begitu merindukan tercapainya akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali. Namun kini, saat sarana belajar sudah banyak tersebar di hadapan, kita menemui keengganan generasi muda untuk memanfaatkannya secara optimal. Miris. Terbayang ya, betapa beratnya usaha para pengajar TPQ untuk tetap memompa semangat belajar anak-anak didiknya.
Yang Terdekat, Yang Teristimewa
O iya, memang penggerak TPQ di sini ada 4 orang. Namun ada yang istimewa dalam diri Ibu Aisyah. Salah satunya memang karena tempat tinggalnya yang bersebelahan denganku. Sehingga sepak-terjang Beliau lebih tampak bagiku dibandingkan yang lain.
Selain itu, juga karena Beliau tidak hanya sibuk mengurus TPQ. Melainkan juga ikut mengurusi PAUD di RW kami. Kalau PAUD ini tenaga pengurus sekaligus pengajarnya ada 5 orang.
Juga, ternyata Beliau ini setiap hari kerja dititipi oleh beberapa ibu karyawan untuk mengasuh anak-anak mereka. Ya, semacam Tempat Penitipan Anak. Wah, menurutku beruntung sekali jika anak-anak mendapat pengasuh seperti Ibu Aisyah ini.
Karena Beliau sangat telaten dan sabar merawat dan mendidik anak-anak. Jadi, beberapa anak ini ya dibawa belajar ke PAUD jika memang usianya bersesuaian dan sedang jadwal masuk. Pulang dari sana, Beliau mengurus berbagai keperluan fisik anak-anak seperti berganti pakaian, makan dan sebagainya.
Beliau juga menemani mereka belajar di rumah, dan kadang kala bermain bersama di luar. Aku sering tanpa sengaja mendengar bagaimana cara Beliau berdialog dengan anak-anak asuhannya. Bercerita tentang daun dan pohon sambil bermain boneka bersama. Sesekali akan terjadi konflik di antara anak-anak tersebut. Mulai dari level rendah sampai yang tantrum berkepanjangan. Dan selanjutnya aku akan mendapati drama penyelesaian yang begitu bijak diperankan oleh Ibu Aisyah.
Selain itu, juga karena Beliau tidak hanya sibuk mengurus TPQ. Melainkan juga ikut mengurusi PAUD di RW kami. Kalau PAUD ini tenaga pengurus sekaligus pengajarnya ada 5 orang.
Juga, ternyata Beliau ini setiap hari kerja dititipi oleh beberapa ibu karyawan untuk mengasuh anak-anak mereka. Ya, semacam Tempat Penitipan Anak. Wah, menurutku beruntung sekali jika anak-anak mendapat pengasuh seperti Ibu Aisyah ini.
Karena Beliau sangat telaten dan sabar merawat dan mendidik anak-anak. Jadi, beberapa anak ini ya dibawa belajar ke PAUD jika memang usianya bersesuaian dan sedang jadwal masuk. Pulang dari sana, Beliau mengurus berbagai keperluan fisik anak-anak seperti berganti pakaian, makan dan sebagainya.
Beliau juga menemani mereka belajar di rumah, dan kadang kala bermain bersama di luar. Aku sering tanpa sengaja mendengar bagaimana cara Beliau berdialog dengan anak-anak asuhannya. Bercerita tentang daun dan pohon sambil bermain boneka bersama. Sesekali akan terjadi konflik di antara anak-anak tersebut. Mulai dari level rendah sampai yang tantrum berkepanjangan. Dan selanjutnya aku akan mendapati drama penyelesaian yang begitu bijak diperankan oleh Ibu Aisyah.
Seorang guru bukan hanya sebagai pengasah pikiran saja, melainkan juga sebagai pendidik budi pekerti. ― Raden Ajeng Kartini
Hohoho... Tak perlu diungkapkan lagi betapa hebohnya aktivitas yang dijalani sehari-hari oleh Ibu Aisyah ini. Hebat, ya? Tunggu! Simpan dulu kekagumanmu pada Beliau, karena aku belum menyampaikan keistimewaan Beliau yang lain.
Dulu, di tengah perjuangannya, Ibu Raden Ajeng Kartini harus menghadapi preeklampsia usai persalinannya melahirkan anak pertama. Yang kemudian disusul dengan meninggalnya Beliau 4 hari kemudian. Preeklampsia, salah satu bentuk perjuangan khas bagi kaum perempuan.
Dan saat ini, Ibu Aisyah tetanggaku ini pun sedang menjalani perjuangan yang hanya bisa dialami perempuan. Kanker rahim itu entah sudah berapa lama bersemayam dalam tubuhnya. Aku pun tak tahu sudah di stadium berapa.
Tak tega rasanya mengulik hal tersebut. Kabar tentang penyakitnya pun aku dapatkan secara tidak langsung dari Bundaku. Gara-gara suatu hari Bunda mendapati Ibu Aisyah sedang berangkat untuk menjalani pengobatan kemoterapi.
Mungkin itu sebabnya suara Beliau cukup lirih seperti berbisik. Kadang disertai nafas tersengal. Pasti payah sekali tubuh kita jika telah digerogoti oleh sel kanker.
Ya, seperti yang bisa ditebak, Beliau tetap saja bersemangat melalui berbagai aktivitasnya dengan keterbatasan fisik semacam itu. Beliaulah salah satu pejuang nyata di mataku. Aku yakin, ada banyak pejuang seperti Beliau di sekitarmu. Betul, kan? Semoga kita juga salah satunya.
Jadi, siapkah menjadi Kartini Zaman Sekarang?
Tak tega rasanya mengulik hal tersebut. Kabar tentang penyakitnya pun aku dapatkan secara tidak langsung dari Bundaku. Gara-gara suatu hari Bunda mendapati Ibu Aisyah sedang berangkat untuk menjalani pengobatan kemoterapi.
Mungkin itu sebabnya suara Beliau cukup lirih seperti berbisik. Kadang disertai nafas tersengal. Pasti payah sekali tubuh kita jika telah digerogoti oleh sel kanker.
Ya, seperti yang bisa ditebak, Beliau tetap saja bersemangat melalui berbagai aktivitasnya dengan keterbatasan fisik semacam itu. Beliaulah salah satu pejuang nyata di mataku. Aku yakin, ada banyak pejuang seperti Beliau di sekitarmu. Betul, kan? Semoga kita juga salah satunya.
Jadi, siapkah menjadi Kartini Zaman Sekarang?
Semoga semakin banyak Kartini - Kartini Indonesia yang maju dan memajukan bangsanya. Aamiiin
BalasHapusAamiin.. Ya kita butuh banyak perempuan2 pejuang😊
HapusKartini zaman now memang luar biasa, bukan hanya untuk memajukan bangsanya, tetapi juga berjuang dengan keterbatasan fisik yang ada. Meski ada sel kanker dalam dirinya, tapi semangatnya pantang menyerah. Semoga sel kanker bisa mati.. :(
BalasHapusAamiin.. Insyaallah dengan disiplin berobat dan gaya hidup yg sehat bisa sembuh😊
HapusJadi keingat mau buat review tetralogi Pulau Burunya pakde Pram.
BalasHapusKeinget tulisan ttg Kartini masuk di buku ke-3 kalau tdk salah ingat.
Selamat Hari Kebangkitan Perempuan buat semua perempuan Indonesia.
Oh, ada ya? Yuk bikin😊
HapusKalo udah lulus SD biasanya udah gamau di TPQ krn kebanyakan anak2 kan ya yg di TPQ. Di tempatku juga gitu. Ibu2 nya malah minta nerusin sama aku aja ngajinya d rumah.
BalasHapusIya, kalau nerusin sendiri di rmh sih gpp. Tapi kebanyakan jd menguap🙁
Hapuswih, salut.. semoga menjadi inspirasi dan menumbuhkan kartini-kartini lain di masa kini :D
BalasHapusAamiin.. Semoga Beliau sehat selalu😊
Hapusibu aisyah kenapa gak ikut pakai bpjs , lumayan khan mba bisa gratis berobat. sehingga masih harapan buat masa depannya jika di obati dengan cepat
BalasHapusSaya tidak tahu apakah Beliau ada masalah dgn biaya berobat. Namun yg namanya kanker, biarpun berobat gratis tetap terasa payah kan ya?
HapusSemoga semakin banyak Kartini-Kartini lain di sekitar kita ya mbak
BalasHapusAamiin.. Kita butuh perempuan2 tangguh utk membangun generasi
HapusAnak jaman sekarang kadang memang susah untuk sekolah TPQ. Aku aja dulu waktu sekolah TPQ bayar terus dan tetap semangat belajar di TPQ. Kalo ada sekolah TPQ gratis kayak di tempatnya mbak Farida ya harus dimanfaatkan dengan baik ya mbak.
BalasHapusMemang masalah intinya bukan di biaya sih ya. Tapi kesadaran umum yg blm terbentuk🙁
HapusSemoga banyak Kartini Indonesia yang selalu menjadi inspirasi sekitarnya ya
BalasHapusAamiin..
HapusPahalanyanlangsung tuh dari Allah. Semoga makin banyak penerusnya para kartini nan hebat inibya mbak
BalasHapusAamiin.. Kalau udah janjinya pahala sih bisa bikin semangat utk terus berkarya ya😊
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuswah terharu banget baca ceritanya bu aisyah, semoga bisa lahir lebih banyak ibu kartini lainnya yang membawa perubahan baik
BalasHapusAamiin.. Semoga kita semua bisa menjadi bagian dr perubahan yg lbh baik
HapusWah, Bu Aisyah.. Kartini zaman now ini semoga bisa terus memajukan Indonesia ya..
BalasHapusAamiin..
HapusSemoga semakin banyak Kartini zaman now yang bisa turut membantu memajukan Indonesia.
BalasHapusAamiin.. Yuk, jadikan kita jg bagian di dlmnya😊
HapusSangat menyentuh, mudah2an kita yg memiliki kesehatan yg lbh baik nggak kalah semangat untuk jadi kartini jaman now juga
BalasHapuswww.ursula-meta.com
Naini! Mestinya kita bisa berbuat lbh bnyk ya daripada Beliau😊
HapusSaya selalu kagum dengan sosok seperti Ibu Aisyah. Dengan kesibukannya mengurus keluarga, sosok-sosok seperti beliau masih sempat menebar kebaikan dengan lingkungannya. Andai makin banyak sosok seperti Ibu Aisyah, kita tentu optimis ya kak, negeri ini akan semakin maju, terutama di bidang pendidikan dan akhlak warganya... Nice post. Tks
BalasHapusTerimakasih apresiasinya. Harapan yg sama dgnku😊
HapusSemoga ibu Aisyah kesehatannya sudah membaik.
BalasHapusDan benar-benar sembuh dari kankernya.
Ikut mendoakan.
Aamiin.. Supaya bisa tetap menebar kebaikan ya😊
HapusMengikuti jejak kartini itu tidak sulit. Mulai dengan hobi dan passion kita, lalu aktif menularkannya ke orang sekitar kita ya ^^
BalasHapusSip, tepat sekali😊
HapusTanpa kita sadari memang banyak sekali orang yang bener-bener ikhlas mau berbagi ilmunya untuk anak-anak tanpa dibayar sepeserpun. Terkadang malah anak-anak mempermainkan Beliau, mengolok Beliau dan lain sebagainya. Bisa dibilang memang inilah generasi dari Ibu Kita Kartini.
BalasHapusYah, yg merindukan sosok Kartini, bisa jd sebnrnya mereka ada di sekitar kita. Hanya kita yg kurang menghargai kontribusinya selama ini bagi masyarakat 😊
HapusHidup Kartini Indonesia
BalasHapusHidup!🤓
Hapuswahhh saya jadi tersentuh pas baca bagian akhir, dibalik semangat, telaten dan sabarnya ibu Aisyah ternyata beliau kena kanker, tapi tetap saja beraktivitas seprti biasa mencoba bermanfaat bagi banyak orang, luar biasa!
BalasHapusalhamdulillah, Beliau memang luar biasa :)
HapusSaya jadi ingat mbak Tri wahyuni zuhri mbak yang sekarang sudah tiada -_-
BalasHapusBeliau Kartini masa depan juga, penulis dan blogger juga. (Semoga Allah merahmati beliau dan melapangkan kuburnya)
Untuk Ibu Aisyah, semoga inspirasinya menular
Aamiin.. Duh, saya jadi ingat teman saya yg bernama tri wahyuni dgn cerita yg sama🙁
HapusLuar biasa inspiratif sekali ibu aisyah..masya Allah..
BalasHapusMasyaallah, semoga menginspirasi😊
HapusSemoga kita bisa selalu saling menginspirasi ya mbak
BalasHapusAamiin.. Yuk mari😊
HapusWaahh keren yaa.. Banyak kartini di sekitar kita.. Semoga kita pun bisa seperti beliau..
BalasHapusAamiin.. Yuk, mulai😊
HapusSaya juga menganggap kartini bagi saya adalah orang-orang terdekat saya yang saya bisa lihat sendiri perjuangan mereka untuk keluarga dan masyarakat.
BalasHapus