Sumber: pixabay |
Adakah diantara pembaca yang tinggal bersama orangtua? Atau mungkin secara berkala menitipkan anak kepada kakek-neneknya karena suatu keperluan? Sering kali, hal ini memicu masalah akibat perbedaan pola asuh kita dengan orangtua, ya.
Yakin Bahwa Anak Ditangani oleh Pihak yang Tepat
Ya, kita ini sedang menyerahkan anak-anak untuk diasuh oleh kakek dan neneknya sendiri. Pihak yang darahnya mengalir ke tubuh kita dan anak kita. Pihak yang dulunya juga merawat dan mengasuh kita.
Sudah pasti dong, setiap kakek dan nenek itu sangat sayang pada cucunya. Bahkan, biasanya kasih sayang kakek-nenek itu melebihi kasih sayangnya pada anak-anaknya dulu. Jadi tidak mungkin Beliau berdua sengaja melakukan hal yang buruk kepada anak-anak. Anak-anak akan selalu dijaga dan diurus dengan sebaik-baiknya oleh orangtua kita.
Menyadarinya Sebagai Konsekuensi
Saat kita memutuskan untuk tinggal bersama orangtua, atau menitipkan anak pada keduanya, atau mempertemukan anak-anak kita dengan kakek-neneknya dalam agenda berlibur misalnya, maka tentunya semua itu berdasarkan alasan yang kuat, kan? Pastilah langkah tersebut diambil karena ada kebaikan yang hendak diraih.
Setiap pilihan tentu memiliki risiko. Sebagai sebuah keputusan yang sudah dipertimbangkan masak-masak sebagai pilihan dengan risiko paling kecil, maka sudah selayaknya kita bersedia menjalaninya demi tujuan yang lebih besar.
Memahami Bahwa Tidak Ada Pola Asuh yang Sempurna
Iya, pola asuh ini kan dijalankan oleh manusia. Yang sering kali bervariasi karena perbedaan zaman, tempat, lingkungan, kondisi dan situasi masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya.. Bisa jadi kita memilihnya berdasarkan rumusan para ahli, yang sejatinya juga manusia. Di mana teori pengasuhan pun terus berkembang dan tidak pernah final.
Jangankan masalah psikologi dan efek pendidikan yang hasilnya baru terlihat belasan hingga puluhan tahun, yang lebih konkrit seperti pemberian MPASI saja ternyata bisa berubah jauh lho, teorinya. Memiliki anak sejak belasan tahun lalu membuat aku sempat mengalami berkali-kali ganti metode MPASI.
Tadinya diminta untuk memulai dengan memberikan bubur dari tepung karena lebih mudah dicerna. Eee... Berikutnya malah disarankan tidak membuat bubur dari tepung melainkan dari bahan aslinya langsung kemudian dihaluskan. Karena sediaan tepung itu lebih tinggi indeks glikemiknya, sehingga bisa memicu diabetes dini.
Jangankan masalah psikologi dan efek pendidikan yang hasilnya baru terlihat belasan hingga puluhan tahun, yang lebih konkrit seperti pemberian MPASI saja ternyata bisa berubah jauh lho, teorinya. Memiliki anak sejak belasan tahun lalu membuat aku sempat mengalami berkali-kali ganti metode MPASI.
Tadinya diminta untuk memulai dengan memberikan bubur dari tepung karena lebih mudah dicerna. Eee... Berikutnya malah disarankan tidak membuat bubur dari tepung melainkan dari bahan aslinya langsung kemudian dihaluskan. Karena sediaan tepung itu lebih tinggi indeks glikemiknya, sehingga bisa memicu diabetes dini.
Awalnya disarankan menyajikan bubur dengan saos buah supaya kaya citarasa dan tidak membosankan. Eh kemudian dapat teori bahwa buah sebaiknya tidak dikonsumsi bersama karbohidrat. Lalu, malah berikutnya disarankan mulai dari menu berbahan tunggal dulu, jangan langsung dikombinasikan.
Yang terbaru justru diharapkan agar bayi langsung mendapatkan menu lengkap 4 bintang namun teksturnya dihaluskan sesuai kemampuan bayi mengunyah dan menelan. Nah, lho? Buat yang belum tahu menu 4 bintang itu apa, bisa baca keterangannya di artikel: Cara Mudah Menikmati Gizi Lengkap dan Seimbang.
Kalau sudah begini, Bundaku menang banyak, nih. "Tuh kan, apa kubilang? Dari dulu juga bayi langsung dikasi nasi soto atau rawon itu nggak papa. Yang penting dihaluskan." Hihihi...
Yang terbaru justru diharapkan agar bayi langsung mendapatkan menu lengkap 4 bintang namun teksturnya dihaluskan sesuai kemampuan bayi mengunyah dan menelan. Nah, lho? Buat yang belum tahu menu 4 bintang itu apa, bisa baca keterangannya di artikel: Cara Mudah Menikmati Gizi Lengkap dan Seimbang.
Kalau sudah begini, Bundaku menang banyak, nih. "Tuh kan, apa kubilang? Dari dulu juga bayi langsung dikasi nasi soto atau rawon itu nggak papa. Yang penting dihaluskan." Hihihi...
Citrakan Kakek-Nenek Sebagai Orangtua yang Baik
Tentunya, dong. Karena kakek-nenek sayang dengan anak-anak, Beliau berdua hadir sebagai solusi yang kita pilih. Walaupun kadang berbeda, namun sesungguhnya orangtua kita pun sedang mengusahakan yang terbaik buat anak-anak.
Rangkul Orangtua Sebagai Mitra
Jadi, kita tidak perlu menganggap orangtua sebagai saingan. Justru Beliau berdua adalah mitra kita dalam mendidik anak. Jika ada perbedaan cara, tak perlu kita menjauhi orangtua atau menjauhkan anak-anak dari kakek-neneknya.
Ingatlah bahwa pada dasarnya tidak ada pola asuh yang sempurna. Setiap cara ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tugas kita adalah melihat lebih dekat keadaan dan kebutuhan tiap anak dan menerapkan cara yang sesuai dengannya untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya manfaat dari cara tersebut sambil meminimalisir efek samping dari cara yang kita pilih.
Nah, kehadiran orangtua sebagai mitra dalam mendidik anak ini bisa jadi penyeimbang atas kekurangan cara kita. Misalnya, kita menerapkan cara lembut saat menegur anak. Kadang kala, cara seperti ini membuat anak menganggap semuanya bisa dimaklumi. Sehingga kurang bisa membedakan mana hal yang urgen dan mana yang masih bisa ditolerir. Jika ternyata orangtua kita menegur hal yang sama dengan nada yang lebih tinggi, maka itu membantu anak bahwa ternyata ada pihak yang bisa sangat terganggu dengan kesalahan yang dilakukannya, sehingga ia akan lebih mawas diri. Demikian pula sebaliknya.
Perbedaan cara ini sebenarnya bisa menstimulasi aspek sosial buah hati. Anak akan memahami adanya perbedaan perilaku pada tiap orang dan bagaimana bersikap pada masing-masing orang tersebut. Lebih dalam lagi, anak juga belajar bagaimana cara bekerjasama dengan orang yang berbeda dengan kita.
Ingatlah bahwa pada dasarnya tidak ada pola asuh yang sempurna. Setiap cara ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tugas kita adalah melihat lebih dekat keadaan dan kebutuhan tiap anak dan menerapkan cara yang sesuai dengannya untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya manfaat dari cara tersebut sambil meminimalisir efek samping dari cara yang kita pilih.
Nah, kehadiran orangtua sebagai mitra dalam mendidik anak ini bisa jadi penyeimbang atas kekurangan cara kita. Misalnya, kita menerapkan cara lembut saat menegur anak. Kadang kala, cara seperti ini membuat anak menganggap semuanya bisa dimaklumi. Sehingga kurang bisa membedakan mana hal yang urgen dan mana yang masih bisa ditolerir. Jika ternyata orangtua kita menegur hal yang sama dengan nada yang lebih tinggi, maka itu membantu anak bahwa ternyata ada pihak yang bisa sangat terganggu dengan kesalahan yang dilakukannya, sehingga ia akan lebih mawas diri. Demikian pula sebaliknya.
Perbedaan cara ini sebenarnya bisa menstimulasi aspek sosial buah hati. Anak akan memahami adanya perbedaan perilaku pada tiap orang dan bagaimana bersikap pada masing-masing orang tersebut. Lebih dalam lagi, anak juga belajar bagaimana cara bekerjasama dengan orang yang berbeda dengan kita.
Bangun Ikatan yang Kuat dengan Anak
Nah, ini! Mau menerapkan pola asuh seperti apa pun, yang terpenting adalah ikatan yang kuat antara kita dengan anak. Hal ini bisa terwujud jika anak merasakan cukup kasih sayang dan rasa aman dari kita.
Dengan begini, kita akan menjadi pihak yang dominan dalam hati anak. Sehingga anak cenderung akan memilih mengikuti ajaran kita dibandingkan orang lain jika ia menemukan pertentangan.
Konsisten
Tetaplah konsisten menjalankan pola asuh yang kita yakini baik. Karena yang namanya pola harus diterapkan secara terus-menerus untuk bisa mendapatkan hasil yang diinginkan. Terapkan dengan dorongan cinta dan jelaskan pada anak mengapa kita memilihkan hal tersebut untuknya.
Bagaimana bisa konsisten jika aturan yang kita bangun diterjang begitu saja oleh kakek-nenek? Tidak masalah. Selama kita tetap konsisten menerapkannya, anak akan mengenali harapan kita.
Walau kadang alternatif lain datang menggoda, namun ikatan emosional yang kuat terhadap kita akan membuat anak cenderung mengikuti pilihan kita. Dan untuk anak yang lebih besar, alsan dan penjelasan kita akan menjadi pegangan baginya untuk kembali mengikuti apa yang kita sampaikna.
Konsistensi juga membantu kita mengajak orangtua untuk melihat lebih dekat pola asuh yang kita terapkan. Jika membuahkan hasil yang memuaskan, pada akhirnya orangtua akan lebih respek dan mempercayai kemampuan kita mengasuh anak. Dan bukannya tidak mungkin, Beliau justru akan mengadopsi cara kita.
Buat Kesepakatan dengan Batasan yang Jelas
Seringnya, memang perbedaan pola asuh antargenerasi ini sulit untuk diterima satu sama lain. Kita masih bisa mengusahakan agar masing-masing bisa menjalankan kewajibannya mendidik anak dengan membuat kesepakatan yang jelas. Misalnya, kita yang menentukan kegiatan harian apa yang harus dijalani anak-anak, namun kita menyerahkan masalah asupan makanan anak pada Sang Nenek.Jadikan Sebagai Perantara Memiliki Anak Salih
Inginnya anak-anak bisa bebas bereksplorasi di rumah. Namun omelan kakek-neneknya cukup membatasi ruang gerak anak. Kalau begini, bagaimana anak-anak bisa tumbuh cerdas, aktif dan kreatif?Sabar... Memiliki anak yang cerdas, aktif dan kreatif tentu sangat membahagiakan. Namun jangan lupa, jauh di atas itu semua, kita sangat merindukan memiliki anak yang salih dan berbakti pada orangtua. Sulamlah setiap kekurangan dalam pola asuh kita maupun orangtua dengan doa.
Dengan kita tetap berbuat baik pada orangtua, semoga dapat menanamkan dalam benak anak tentang nilai penghargaan kepada orangtua. Semoga dengan memberi jalan bagi Beliau berdua untuk tetap bisa menunjukkan cinta pada cucu dengan caranya, akan menjadi jalan pertolongan bagi anak-anak menjadi salih. Dan mereka tetap bisa cerdas, aktif dan kreatif dengan cara lain yang didukung oleh kakek dan nenek. Aamiin...
Perbedaan pola asuh antara orang tua vs kakek nenek selalu menjadi isu yang gak habis dibahas, apalagi problem di zaman sekarang lebih kompleks. Buat saya, kuncinya adalah berkompromi
BalasHapusSip deh😊
Hapusalhamdulilah ibuku gak pernah ikut campur aku dalam menerapkan pola asuh, jadi kalau aku nitipin anak ke ibu , beliau selalu berusaah menerapkan sama dengan aku
BalasHapusWah senangnya. Jadi benar2 merasa terbantu ya😊
HapusSaya percaya bahwa kasih sayang kakek-nenek kepada cucu bisa lebih besar daripada kasih sayangnya kepada anaknya. Saya asuhan nenek-kakek saya btw. Ah, jadi kangen.
BalasHapusHm, memang sih setiap orang berbeda-beda karakter dan nasib. Kalau anak paham dengan sifat dan sikap orang tua, saya rasa semua bakal baik. Apakah ortunya punya banyak waktu dan tenaga untuk merawat cucunya. Bagaimanapun, menurut saya peran orang tua harus lebih besar dalam memberikan kasih sayangnya kepada anak.
Sip, betul sekali. Tetap ortu hrs bisa lbh mendominasi daripada kakek nenek. Caranya ya dg mempertebal ikatan emosional itu😊
HapusMakasih tipsnya Bun. Apalagi aq baru anak pertama. Dulu sempet ngegalau juga. Mending klo ama ortu sendiri kita bisa ajak ngomong, klo ama mertua suka takut salah ngomong hahahah. Jadi aq mau kuatin bonding ama anaj aja, biar anak lbh dominan utk mendengarkan kata2 aq klo nanti lagi jauh ama aq
BalasHapusBaarakallaah, bun. Moga anak2nya tumbuh menjadi pribadi salih dan berkualitas😊
HapusMeskipun tidak tinggal bersama, atau menitipkan anak-anak pada nenek kakeknya. Tapi saya mengalami yang namanya perbedaan pola asuh ini, terutama pas liburan. Tapi ya begitulah, slow down aja biar gak tegang hehehe
BalasHapusHehehe.. Sabar ya😀
Hapusinspiratif...kunjungi juga
BalasHapushttps://googlinggames.blogspot.com/
memang kadang kita mengalami benturan ya dengan orang tua terkait pengasuhan anak. apalagi ibu-ibu zaman now sudah banyak referensi tentang parenting. saya sendiri masih belum merasakan sih gesekan ini. tapi mungkin beberapa tahun mendatang bakal merasakannya
BalasHapusSemoga bisa bersinergi dg baik ya😊
HapusAku belum pernah ngrasain gimana diasuh kakek nenek. Soalnya kakek dan nenek sudah meninggal sebelum aku lahir. Btw, betul banget itu kalo kakek nenek lebih sayang cucunya daripada anaknya, seperti anaknya kakakku (keponakanku) yang disayang banget sama ibuku.
BalasHapusHihihi.. Iya, memang biasanya begitu😊
HapusDuper bangetbtips mbak. Iya ya, beda zaman beda pengasuhan. Namun yang prinsip harus tetap menjaga hubungan baik dengan orang tua. Setuju banget, bagaimanapun juga, orang tua kita pasti sudah melakukan yang terbaik.
BalasHapusBetul sekali. Mo bikin generasi milineal kek, generasi tahfidz kek, generasi revolusi kek, tetep kita hrs contohin cara berbakti pd ortu. Krn anak durhaka itu dosanya gede. Azabnya selalu disegerakan di dunia hii..
HapusKalau tinggal denga ortu atau mertua biasanya ada perbedaan pendapat mengenai pola asuh anak ya mbak
BalasHapusBegitulah. Kalau perbedaan itu dipandang sbg kekayaan cara, jdnya bisa lbh asyik sih😊
HapusKalau tinggal denga ortu atau mertua biasanya ada perbedaan pendapat mengenai pola asuh anak ya mbak
BalasHapusDulu waktu anak-anak masih kecil saya was was terus setiap liburan ke rumah eyangnya. Aturan-aturan yang saya terapkan bubar semua hahaha ... Sekarang sih anak-anak udah remaja, punya sikap sendiri dan nggak mudah terpengaruh
BalasHapusAlhamdulillah ya sdh survive😊
HapusHihi...ngalamin banget sih, Mbak. Dan ya berusaha berdamai. Palingan aku ambil langkah diam saja. Ntar kalau mau tidur sambil disounding anaknya.
BalasHapusTetep semangat mbak ika😊
HapusAlhamdulillah Ibu dan bumer selalu mengikuti aturanku kalo pengasuhan anak2. Karena kata mereka, kami yang berhak membentuk karaker anak
BalasHapusAlhamdulillah😊
Hapuswah ilmu baru nih mbak, buat aku yang belum punya baby. semoga kalo udah nikah dan punya anak nanti bisa dipraktekan hihihi
BalasHapusAamiin.. 😊
HapusBagus banget tipsnya, memang hal ini paling sukses bikin banyak orang baper.
BalasHapusDan ini juga salah satu alasan saya memilih jadi IRT saja.
Emang sih setiap kakek nenek gak mungkin mencelakakan cucunya, tapi ya gituu... kadang polah asuh yang salah bikin anak jadi bingung :(
Hehehe.. Asal ortunya konsisten, insyaallah anak jd lbh mudah memilih kok😊
HapusKonsistensi ini yang penting ya mba, suwuun artikelnya yang bergizi..
BalasHapusSami2😊
HapusDulu waktu masih punya anak 1, aku ngajar sekaligus kuliah. Anak aku titipin ke orangtua (waktu itu Ibu masih ada). Waktu punya anak 3, aku ngajar dan kuliah lagi, Ibuku sudah nggak ada, jadi anak2 aku titipin ke adikku sama yang rewang di rumah. Bersyukur adikku dan aku punya pemikiran yg sama dlm hal pola asuh, jadi nggak begitu kuatir soal perbedaan pola asuh
BalasHapusAlhamdulillah jd lbh mudah ya😊
HapusAlhamdulillah so far mama si selalu asyik kalo dititipi anak2 mbak. Ngikutin aturan yg udah aku terapkan cuma suka takut ini itu jd anak2 ga bisa explore. Beda jaman x ya soalnya dlu kalo anak2nya jatuh bapakku bisa ngamuk hehe
BalasHapusIya mbak. Namanya nitip ada konsekuensinya. Tidak bisa menerapkan hal yang sama dengan di rumah. Kalau ada apa2 sama anak, misal anak terluka, saya juga tidak bisa menyalahkan ortu atau bude yang momong. Wong sama kita aja, anak bisa terluka. Gak lah mereka sengaja membuat anak kita terluka.
BalasHapusBetul 3x. Sudah bersyukur sekali ya ada yg bantu menjaga anak kita. Anggap saja kekayaan cara mendidik. Semoga membuat anak2 lbh bijak dlm memutuskan sesuatu😊
Hapus