Hayo, pada nggak tahu kan, kalau aku dulu mengidap pyrophobia? Pyrophobia adalah ketakutan yang berlebihan terhadap api, dan biasanya juga asap.
Kalau takut pada api sih, sebenarnya wajar, ya. Karena memang api itu kecil jadi kawan dan besar jadi lawan. Namun kalau yang namanya pyrophobia, rasa takut pada api akan muncul dengan cara yang tidak logis dan reaksi yang muncul pun berlebihan.
Misalnya nih, kalau aku melihat api, maka aku akan terdiam terpaku. Tiba-tiba saja pikiran kosong tidak dapat berbuat apa-apa. Dan kalau bertemu asap, aku akan sangat marah, marah sekali!
Phobia terjadi akibat sebuah trauma yang belum terselesaikan dan tidak mendapatkan penjelasan secara lengkap. Jadi, sebenarnya bisa disembuhkan. Aku, contohnya.
Asalkan kita bersedia untuk merunutnya dari awal trauma itu muncul, memberikan penjelasan yang logis atas setiap kejadian, menghadapi rasa takut kita dan menyelesaikannya dengan bijak. Penasaran dengan pengalamanku sebagai pengidap Pyrophobia? Begini 5 fakta singkatnya.
1. Dari Mana Asal Mulanya?
Bermula dari saat aku masih TK. Aku menemukan korek api gesek dan mulai tertarik untuk mencoba menyalakannya. Kugesekkan kepala batang korek api ke atas permukaan kasar di sisi samping wadahnya. Cess... Menyala! Aku senang sekali dan memandangi tarian kobarannya yang meliuk-liuk.
Hingga semakin lama aku merasa jemari yang memegang batang korek api itu semakin memanas. Aku ingin menyudahinya. Maka aku berusaha menjauhkan kepala batang itu dari tanganku dengan cara memposisikannya ke bawah.
Wuss! Aku tak menyangka kalau ternyata hal itu tidak membuat api menjuntai jatuh. Tapi malah langsung naik merambati jariku yang masih memegangi batangnya. Arrgh! Otomatis batang korek api itu terlempar.
Sakit sekali jariku. Walau api yang melukainya sudah padam karena kibasan tanganku saat melempar tadi. Perihnya luka di jari memenuhi seluruh isi otakku. Mataku nanar memandangi api yang masih menggeliat di ujung batang korek api yang tergeletak di lantai.
Bagaimana mematikannya? Bagaimana? Aku tak berani mendekat. Nanti dia menyambarku lagi. Aku hanya menunduk menangis sambil menggenggam erat jariku yang meradang pedih. Aku takut melihat api itu. Nanti dia datang lagi.
Hingga saat kubuka mataku, kulihat api itu sudah hilang. Hanya serat-serat tipis asap yang masih tersisa di ujung batang itu. Seketika aku membayangkan betapa marahnya Bunda jika tahu apa yang terjadi. Aku membereskan dan mengembalikan semuanya. Batang itu? Kubuang dengan marah.
Hingga saat kubuka mataku, kulihat api itu sudah hilang. Hanya serat-serat tipis asap yang masih tersisa di ujung batang itu. Seketika aku membayangkan betapa marahnya Bunda jika tahu apa yang terjadi. Aku membereskan dan mengembalikan semuanya. Batang itu? Kubuang dengan marah.
2. Apa Kejadian Paling Parah Saat Mengidap Pyrophobia?
Aku menyukai tantangan. Aku tahu aku punya banyak kekurangan. Namun setiap ada kesempatan untuk meningkatkan kemampuan diri, aku ambil. Itu sebabnya aku memilih ekskul Pecinta Alam saat SMU. Justru karena fisikku lemah.
Tibalah saat pertama kali aku mendaki gunung. Aku dapat juga mencapai puncaknya walau sangat kelelahan dan merepotkan banyak orang. Lalu mereka pun melakukan seremoni umum yang dilakukan di tengah alam terbuka saat malam tiba, menyalakan api unggun.
Bukannya aku tak tahu hal ini akan terjadi. Namun aku tak mengira bahwa kejadiannya akan sedahsyat ini. Kupikir aku masih bisa memilih barisan paling belakang di antara para peserta yang mengelilingi api. Seperti yang biasanya kulakukan saat Persami atau pun acara lain yang serupa.
Namun ternyata hawa dingin di gunung ini menusuk sekali. Aku tak sanggup menggigil sendiri di dalam tenda walau sudah memakai jaket tebal, sarung tangan dan berselimut sleeping bag. Berkali-kali mereka mengajakku ke api unggun agar tak terlalu kedinginan.
Aku benci, tapi butuh dia. Paduan dinginnya angin gunung, kobaran api dan derunya asap yang terus membumbung ke langit adalah siksaan tanpa henti bagiku di sepanjang malam itu. Aku merasa sangat kepayahan, fisik maupun mental. Bahkan hingga mentari naik sepenggalah dan sangat terik.
Aku benci, tapi butuh dia. Paduan dinginnya angin gunung, kobaran api dan derunya asap yang terus membumbung ke langit adalah siksaan tanpa henti bagiku di sepanjang malam itu. Aku merasa sangat kepayahan, fisik maupun mental. Bahkan hingga mentari naik sepenggalah dan sangat terik.
Api Api Api... Alangkah indahmu. Merah, kuning, hijau di dasar yang biru... |
3. Apa Manfaat Pyrophobia?
Ada gitu, manfaatnya? Alhamdulillah, ada. kalau buatku pribadi, aku jadi sangat takut masuk neraka. Sebuah jejak yang bagus ya, yang ditorehkan pyrophobia padaku. Semoga rasa takut ini tetap ada walaupun aku sudah sembuh. Karena takut pada neraka adalah sebuah ketakutan yang logis.
4. Kapan Sembuh dari Pyrophobia?
Coba tebak, kapan? Hehehe... Jawabannya, beberapa hari menjelang pernikahan. Karena aku ingin bisa rajin memasak kapan pun. Tanpa harus mencari orang lain dulu untuk membantu menyalakan api. Waktu itu, kompor minyak masih yang terpopuler dibandingkan kompor gas.
Iya, sebelumnya memang aku sudah bisa beraktivitas cukup wajar di dekat api. Tapi, masih tidak pernah berani menyalakannya. Namun begitu isu menikah itu muncul, aku pun bertekad untuk bisa menyalakan kompor sendiri.
5. Bagaimana Caranya?
Setiap hari, aku mencari waktu sendirian ke bagian mencuci baju di lantai atas kos-kosan. Ya, harus sendirian. Karena aku malu jika ada yang tahu. Ya, harus di tempat mencuci. Karena aku butuh tempat terbuka yang tidak memiliki banyak barang dan dekat air. Jaga-jaga jika terjadi kebakaran.
Di sana, aku berbekal setumpuk kotak korek api untuk berlatih. Mengambil batangnya, menahan napas dan menggesekkannya ke permukaan pemantik. Terlalu dangkal, terlalu lemah, terlalu lambat, terlalu ragu, terlalu jauh... Hingga akhirnya, berhasil! Dan gagal, gagal, gagal, berhasil, gagal, dst.
Akhirnya aku pun telah mantap menguasai teknik memantik api. Aku mulai rutin menggunakannya untuk menyalakan kompor sendiri. Aku bangga membayangkan bisa memasak untuk Suami sejak awal prosesnya. Walau ternyata, di kontrakan kami, Suami sudah menyediakan kompor gas. Hahaha...
Aku phobia ama kucing, merinding kalo deket2 gitu. Pernah pingsan juga gara2 ditakuti kucing, padahal udah dewasa waktu itu. Pernah belajar meredam ketakutanku pada kucing, tapi gagal krn tiap mau menyentuh, tubuh udah panas dingin
BalasHapushehehe.. memang butuh kemauan keras sih
HapusYang namanya phobia emang menakutkan ya, walau orang lain lihatnya nggak masuk akal tapi bagi yang mengalami pasti sangat menakutkan.
BalasHapusLucu juga manfaatnya jadi takut masuk neraka, takut buat dosa...
alhamdulillah ada manfaatnya :)
HapusOwh.. saya baru tahu namanya. Tapi sayapun punya phobia yang tak talah absurd. Saya takut dengan biji jeruk ! Saya gak tahu kenapa. Saya coba berkali-kali, hanya untuk menatapnya. Dan setiap kali itu pula saya lemas. Gagal ! Hingga sekarang. Akhirnya saya hanya bisa menghindarinya saja. Huhu..
BalasHapusaih, moga bisa segera terbebas dari phobianya ya
HapusAlhamdulillah... Ga perlu pakai pemantik api lagi. Aku baca sambil tegang, pas awal nikah gimana kalo mau masak? Rupunya sudah tinggal ceklek ��
BalasHapushihihi..
HapusAk tdk puobia tapi ak juga takut masuk neraka kaakk....
BalasHapusalhamdulillah, the best condition :)
HapusPaling ngak enak ngerasain phobia itu, memang harus kuat untuk melawan. Saya juga phobia lubang kecil. Memang sunguh menyiksa.
BalasHapusduh, moga bisa segera beres ya
HapusAku baru tahu istilah phyrophobia. Ngeri juga takut dengan api ya. Thank God sudah teratasi ya mbak.
BalasHapusalhamdulillah :)
HapusWah baru tahu tentang fobia ini. Alhamdulillah sudah sembuh berkat kemauan keras mba ya..
BalasHapusya, syukurlah
HapusMbak ida bikin pembaca tegang.. hehe.. alhamdulillah kl bs bikin takut sama neraka ya mbak....
BalasHapusaih, moga bukan emosi yg negatif ya tegangnya :)
HapusSetiap orang berarti punya phobia
BalasHapusngga juga sih. takut itu wajar. kalau phobia itu ngga wajar.
HapusSampe parah gitu ya mbak phobianya. Alhamdulillah udah sembuh. Mau juga dong nyicip masakannya? *lha
BalasHapusyuk sini...
HapusBerarti phobianya di bagian pemantik ya? Padahal kompor gas juga pakai pemantik kan mba. Skrg udah sembuh apa masih ada rasa gimanaa gitu kalo pas masak?
BalasHapusiya berproses say. dulu phobianya ya liat asap atau api aja udah kumat. terus bertahap kalau liat masih bisa menata diri agar agak cuek. trus berikutnya belajar agar berani memantiknya. kompor gas kan kita berinteraksinya dengan tombol, ga ada jalan bagi api untuk merambat lewat tombol.
Hapusalhamdulillah sudah tuntas, rasanya sama aja kayak orang normal kalo lagi masak :)
Keren banget dirimu mba berusaha melawan ketakutan yang ada..
BalasHapusalhamdulillah. semoga bermanfaat :)
HapusAku baru tahu soal phobia ini lho mbakk :D Alhamdulillah sudah berhasil menanganinya ya
BalasHapusya syukurlah :)
Hapussaya ga kebayang kalau mengidap pyrophobia seperti mbak. tapi syukurnya sudah sembuh dari phobia itu.
BalasHapusalhamdulillah :)
Hapus