Membaca kisah melahirkan dari blogger Lamongan ini membuatku ingin berbagi juga perjuangan melahirkan normal yang baru kujalani lima hari lalu. Banyak yang berharap bisa melahirkan normal dengan cepat. Namun, kalau kisahnya begini, apakah sudah siap?
Biasa Melahirkan Normal dan Cepat
Ya, aku sangat bersyukur diberi kemudahan ini. Sejak anak pertama, rata-rata perjuangan melahirkan normal yang kualami hanya berlangsung dua jam begitu sudah sampai di fasilitas kesehatan. Biasanya, aku diterima tim medis dalam keadaan sudah bukaan tiga.
Seperti juga saat akan melahirkan kali ini. Mulas-mulas sudah kurasakan sejak menjelang tengah malam. Karena teratur dan enggak berhenti sampai pagi, maka aku pun meminta suami mengantar ke rumah sakit setelah urusan anak-anak selesai, yaitu pukul 8 pagi.
Perjalanan lumayan lama, ya. Maklum, aku harus dirujuk ke rumah sakit karena sudah memiliki tiga faktor risiko tinggi, yaitu: usia, jumlah kehamilan, dan riwayat hipertensi saat akan melahirkan di dua kehamilan terakhir.
Di kehamilan yang sekarang, malah sejak pertengahan tekanan darahku sudah beberapa kali tinggi, meskipun sementara. Biasanya, setelah pengecekan kedua sudah enggak setinggi sebelumnya meski sistolnya masih antara 120-135.
Jadi Pasien COVID Melahirkan
Benar aja. Begitu diterima di IGD dan diperiksa bukaannya, ternyata sudah bukaan tiga. Selanjutnya, aku dites antigen. Awalnya santai aja. Sebab, dua minggu lalu juga sudah dites di Puskesmas saat memperpanjang surat rujukan ke rumah sakit ini dan hasilnya negatif.
Akan tetapi, ternyata eh ternyata, kali ini aku positif, dong! Aku harus dipindahkan ke RSUD yang memiliki fasilitas isolasi COVID. Sebab, peraturannya sekarang semua pasien COVID melahirkan dan dirawat oleh pemerintah, sedangkan yang menanganiku saat itu merupakan rumah sakit swasta.
"Biasanya Ibu kalau melahirkan cepat atau agak lama?" tanya petugas IGD.
Sudah tahu dong, ya, jawabannya. Namun, mau bagaimana lagi. Pihak rumah sakit cuma bisa menunggu salah satu dari tiga RSUD yang dihubungi secara daring agar segera merespon. Syukurlah, setelah satu jam menunggu, akhirnya ketahuan juga aku akan dipindah ke RSUD mana.
Sebelum pergi, aku masih sempat dites ulang, kali ini dengan PCR. Juga, dicek bukaannya yang masih bukaan empat menuju lima. Setelah itu, aku naik ambulans dan memilih tiduran. Bukan apa-apa. Aku tahu setelah ini proses bukaannya akan lebih cepat. Jadi, mending bersiap-siap aja.
Suasana dalam Ambulans
Suasana masih santai, tetapi perawat sudah meminta sopir ambulans menyalakan sirine. Beliau enggak mau meremehkan risiko dan ingin bisa sampai secepatnya mengoper pasien COVID melahirkan ini ke RSUD tujuan.
Benar aja. Di tengah perjalanan yang rasanya baru berlangsung belasan menit, aku sudah enggak tahan lagi. Reflek mengejan dan byur ... Pecahlah ketuban! Perawat perempuan itu langsung sigap memintaku membuka kaki. Apa? Di sini ada dokter jaga laki-laki!
Ya, sudahlah, ya. Mau bagaimana lagi. Setelah diperiksa, ternyata bukaannya sudah delapan dong, Saudara-saudara! Sopir makin ugal-ugalan menyetir tetapi jelas enggak ada yang protes. Kudengar dari helaan napasnya, Suami yang duduk di sebelah pak kusir yang sedang bekerja itu sudah panik tetapi berusaha menahan diri. Terbukti, begitu kontraksi semakin hebat, eranganku menimbulkan pekikan Suami yang lebih heboh minta agar aku bersabar. Ya, untukmu juga ya, Suamiku. Hi hi hi ...
Begini Rasanya Saat COVID Melahirkan
Sesampainya di RSUD, Suami langsung turun mengurus pendaftaran. Sedangkan aku, diturunkan di salah satu ruang isolasi khusus penderita COVID. Tampak banyak ranjang berjajar yang semuanya kosong. Hanya para petugas yang membantuku yang berlalu-lalang di sini. Aman!
Aku berusaha mengikuti instruksi perawat sebisaku untuk bernapas pendek-pendek dulu menunggu bukaan lengkap. Pastinya, juga menanti dokter yang bertugas dan segala perlengkapan siap. Namun, apa daya. Sang bayi enggak mau diajak kompromi.
Reflek mengejan itu muncul terus-menerus dan langsung didukung oleh sang bidan. Beliau memberi aba-aba dan menyemangati untuk terus mendorong karena memang kepala sang bayi sudah tampak. Dengan beberapa kali dorongan, jagoanku pun lahir.
Sayangnya, dia enggak merasakan Inisiasi Menyusui Dini. Aku belum juga sempat melihat langsung wajahnya. Dia langsung dipindahkan ke ruang bayi. Sementara aku, dibawa ke ruang isolasi lain yang lebih pribadi karena sejumlah pasien COVID berikutnya telah berderet menunggu untuk menghuni ruangan ini. Aku pun mulai menjalani hari-hariku sendiri, berteman infus.
Duh, ikut deg-degan baca pengalaman di ambulansnya, Mbak. Kebayang paniknya. Alhamdulillah lahirannya lancar. Sekarang tinggal perawatannya ya, Mbak. Semoga semua lekas pulih dan bisa segera berkumpul bersama keluarga semua di rumah.
BalasHapusmasyaa Allah Mbaa.. gak kebayang ke-8 kalinya. aku sendiri proses lahiran dua2nya SC Mba, yang pertama udah upaya lahir pervaginam juga. tapi ya belum rezeki. semoga sehat selalu sekeluarga yaa Mba
BalasHapusMasha Allah, 8 kali.
BalasHapusLuar biasa Mba.
Saya 2 aja, rasanya udah nggak mau lagi, baik hamil, melahirkan ataupun urus bayinya, semacam trauma hahaha.
Semoga selalu sehat ya :)
Masya Allah mba Ida, aku bacanya ikut deg-degan karena posisi ketuban pecah kok pas di ambulance. Aku trauma dengan ambulance yang mengantar ke RS dari pengalaman bapakku setahun yang lalu.
BalasHapusAlhamdulillah ya sekarang semoga udah sehat. Jadi kita berjumpa di acara Dinkes itu udah mau lahiran dong ya, aku kira masih 6 bulanan.
MasyaAllah sudah melahirkan yang ke-8 kali, nikmat yang gak semua Ibu rasakan. Barakallahu Mbak. Baca tulisannya serasa lagi nonton film, suami mbaknya udah gelisah ngebayangin lahiran di ambulans mungkin. Pengalaman yang gak terlupakan tapi kok saya sedih pas baca endingnya karena saya juga merasakan habis melahirkan anak ke-3 kemarin agustus saya gak langsung bertemu bayi, dan saya juga pulang duluan dari RS karena bayi harus mendapat perawatan dulu
BalasHapushiks. kalau ini akhirnya bayinya yang pulang duluan, sih. aku masih harus di rs untuk dipantau
HapusMba itu anaknya ada semuakah... berarti anak Mba Farida ada 8 kah? Masya Allah, saya hamil delapan kali juga tapi yang ada 5 saja....
BalasHapusalhamdulillah yang 8 ini ada semua. kegugurannya 2x
HapusBarakallahu fiikum, kak Farida..
BalasHapusSemoga lekas sehat dan berkumpul kembali bersama keluarga.
Suka amazing dengan kisah persalinan yang in syaa Allah penuh dengan keberkahan karena surga balasannya.
Apakah kalau dirawat karena positif Cov, gak boleh menyusui?
ada yang ngelarang, ada yang bolehin. kebetulan rs ini ngelarang. hua ...
HapusFaridaaaaa, masyaAllah TabarokAllah.....ikut bahagiaaaaa dgn lahirnya buah hati
BalasHapusSemoga selalu sehaaatt, jadi anak yg baik yaa
Membaca cerita melahirkan ini bikin aku ikutan tegang euy. Dan salut, aku dulu melahirkan anakku ya normal. Tidak bisa dibilang cepat sih, karena butuh waktu sekitar 8 jam kesakitan dulu baru lahir anaknya. Aku pun jera... hahaha. Makanya anak cuma satu saja. Btw, sehat-sehat dan segera pulih ya untuk Kak Farida dan si kecil.
BalasHapusMbaaaa, aku ikut berasa tegang bacanya 😅. Ya ampuuun malah ditambah COVID pula Yasa. Saliut Ama mba. Lahiran yang ke 8x, Alhamdulillah semua lancar ya mbaaa. Sehat2 selalu untuk mba dan dedek bayi ❤️
BalasHapusBaru tau nih saat melahirkan dirimu malah divonis positif covid ya mba. Semoga lekas pulih ya mba, sehat selalu untukmu dan dedek bayinya. Selamat atas kelahiran jagoannya, makin menyemarakkan keluarga nih si dedek.
BalasHapusTegang banget bacanya, serasa ngalamin sendiri mbak, tapi alhamdulillah selamat semuanya, selamat lahir buat jagoanya ya
BalasHapusjujur aja, saya kagum banget sama Mba Farida yang mampu melahirkan hingga 8 kali. Keren banget, Mba. Saya kayaknya gak bakalan sanggup. Semoga Mba Farida dan si adik bayi sehat selalu yaa, amiiin
BalasHapusMasyaAllah mba luar biasa sampai delapan kali masih rutin update blog pula, saya melahirkan dua kali udah ngerasain dua metode persalinan, persalinan spontan dan persalinan SC si kembar rasanya cukup.
BalasHapusHabis melahirkan si kembar susah mau balikin perut rata.
Sehat terus mba dan adik bayi 🥰
alhamdulillah ikut seneng bacanya mbak, biarpun ada deg2an nya tapi semua hilang pas baby udah lahir. btw mbak kebayang ya gimana rame dan serunya anak2 di rumah, aq sendiri punya sodara 4 termasuk aq, trus sekarang pun aq punya anak 3, jadi udah terbiasa dari aq kecil sampe sekarang rumah selalu rame, dan justru itu yang bikin kangen ya
BalasHapus