"Aku mau belajar pemrograman aja, deh," cetus si Ketiga suatu hari.
Begitulah. Namanya juga masih anak-anak, ya. Masih suka gonta-ganti cita-cita. Ya, menghadapi anak-anak yang terus bertumbuh memang membutuhkan kesabaran tingkat tinggi. Mereka begitu dinamis. Belum selesai kita beradaptasi dengan situasi baru, dia sudah menunjukkan perkembangan berikutnya.
Syukurlah, kami dulu sempat menjalankan pendidikan rumah selama tujuh tahun. Sehingga, pernah begitu terlibat dalam setiap lekuk dan tekuk dinamika anak serta berdamai dengannya. Kamu bisa membaca tipsnya di bagian blog homeschooling dari home education centre milik Dian Kusumawardani.
Kenapa Belok Jadi Programer?
Kali ini, alasan putriku karena berkeinginan meneruskan jejak kedua orang tuanya. Seenggaknya, dia sudah melihat bagaimana caranya untuk sukses di bidang ini, katanya. Memang, mengerjakan apa yang sudah akrab dengan kita terasa lebih mudah, ya.
Namanya juga generasi Z yang digital native, sejak lahir juga kehidupannya sudah diwarnai dengan hal-hal berbau digital. Sebut aja ponsel. Gawai elektronik ini jadi makin interaktif aja dengan fitur kecerdasan buatan yang dimilikinya.
Kecerdasan Buatan Menggantikan Manusia?
Omong-omong soal kecerdasan buatan, belakangan makin santer aja dibahas dengan sejuta kegelisahan. Kebanyakan sih, isinya berupa kekhawatiran kecerdasan buatan ini akan menyingkirkan sejumlah pekerjaan manusia. Apa iya?
Enggak bisa dimungkiri, memang keberadaan kecerdasan buatan ini sangat membantu dan memudahkan manusia memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan tugas-tugasnya. Bukan sekadar asal jadi, banyak yang hasilnya di luar ekspektasi dan kemampuan rata-rata manusia.
Cukup dengan menyebutkan kata kunci dan beberapa permintaan tambahan yang lebih spesifik, kita sudah bisa mendapatkan artikel yang rapi, lengkap dan ramah SEO. Bahkan, tugas serumit membuat novel dan skenario film pun bisa diselesaikan sang kecerdasan buatan ini dengan baik.
Di dunia visual sendiri, produk kecerdasan buatan yang baru-baru ini memenangkan kompetisi seni rupa di Colorado bikin para seniman kebakaran jenggot. Bahkan, dalam dunia pemrograman sendiri, kecerdasan buatan juga mampu membantu para programer untuk enggak menulis kode dari awal. Nah, lo?
Kelemahan Kecerdasan Buatan
Namanya buatan manusia, ya mesti aja ada kelemahannya. Walau permukaannya tampak hebat, tetapi sejatinya tetap belum bisa menggantikan sepenuhnya seluruh pekerjaan manusia. Sejumlah kelemahan kecerdasan buatan itu, antara lain:
1. Tergantung Data Masukan
Hasil dari kecerdasan buatan sangat bergantung pada data yang diinput untuk melatih modelnya. Jika data yang digunakan cacat atau enggak representatif, maka hasil rekomendasi atau kesimpulan dari kecerdasan buatan ini pun mungkin enggak akurat, bahkan cenderung menghasilkan bias informasi. Istilahnya, garbage in garbage out.
2. Tergantung Program
Kecerdasan buatan hanya dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan perintah yang didesain manusia. Kalau enggak sesuai dengan program atau algoritma yang dijalankan, cenderung akan memberikan hasil yang enggak sesuai.
3. Tanpa Perasaan
Kecerdasan buatan hanya bermain di sisi intelektual. Ia enggak punya kecerdasan emosional yang jauh lebih rumit. Manusia sebagai makhluk sosial mengalami banyak sekali proses yang membutuhkan respon yang berbeda-beda.
Kecerdasan buatan masih sangat sulit mengenal dan mempelajari hal-hal emosional seperti humor, empati, cinta, dan kepercayaan. Padahal, ini merupakan asupan penting untuk menjaga hubungan dan manajemen tim.
4. Keamanan
Berhubung ia netral, enggak bergantung pada siapa yang menggunakan, maka kecerdasan buatan ini enggak memiliki keberpihakan moral. Sehingga, berpeluang digunakan untuk tujuan jahat, seperti penipuan atau peretasan data.
5. Mahal
Biaya pembuatan kecerdasan buatan ini jelas enggak murah, ya. Apa lagi, seiring perkembangan, perangkat lunak dan kerasnya harus terus disesuaikan agar dapat memenuhi kriteria atau persyaratan yang diperlukan.
6. Bukan Sumber Pencerahan
Sebuah buku atau film, jika kita tahu merupakan produk kecerdasan buatan, masihkah sanggup membuat kita merasa terhubung dan terharu? Padahal, kita tahu dialognya bukan dari pengamatan, deskripsinya bukan dari pengalaman, dan narasinya bukan hasil perenungan manusia.
Menyikapi Kecerdasan Buatan
Jadi, jelas sudah bahwa kecerdasan buatan merupakan sebuah perkembangan teknologi yang patut kita sambut dengan gembira. Sebab, ia telah mempermudah banyak hal sehingga kita bisa berbuat lebih jauh dari sebelumnya.
Enggak perlu merasa terancam dengan keberadaannya. Karena, kecerdasan buatan hanya lebih baik dalam pekerjaan yang berulang. Kalau enggak mau tersingkir oleh kecerdasan buatan, maka mulai sekarang janganlah bekerja layaknya robot.
Tambahkan hal-hal manusiawi dalam setiap karya. Libatkan emosi, pahami psikologi, gunakan intuisi, asah kreasi, cetuskan inisiatif, sebarkan inspirasi, dan nyalakan motivasi. Maka, selamanya, kecerdasan buatan enggak akan pernah mampu mengejar kita.
betul banget kak, kudu melibatkan emosi dan hal2 yang bersifat humanisme.. memang bagus2 aja kok belajar hal2 yang berkaitan dengan teknologi. tetapi hal2 yang bersifat rasa manusia itu juga ngga bisa tergantikan
BalasHapusMenurut saya, kecerdasan buatan, tidak akan bisa menggantikan posisi manusia. Salah satunya karrna kecerdasan buatan, tidak punya perasaan.
BalasHapusMakanya saya pernah membuat cerita, seorang profesor memberhentikan pelayan pribadinya, akrena sudah merasa punya robot yang lebih cepat dan sigap melayani keperluannya. Tapi saat sakit, profesor itu baru menyadari betapa besar jasa pelayan pribadinya yang merawatnya dengan tulus sampai sembuh.
ide ceritanya keren, Om!
HapusBener lho, kalau kita harus mengikuti perkembangan teknologi di era digital seperti sekarang. Dan peran kecerdasan buatan ini memang banyak sekali manfaatnya. Tapi sekali lagi, penting banget menambahkan hal-hal manusiawi dalam setiap karya.
BalasHapussuka banget dengan quotenya Kalau enggak mau tersingkir oleh kecerdasan buatan, maka mulai sekarang janganlah bekerja layaknya robot! indeed. pengalaman nih tahun kemarin bergelut di dunia NFT cukup berhasil tapi sekarang merosot karena banyak NFT artist yang memilih menjual karya ilustrasi AI meski ada unsur karya sendiri. tapi hasilnya tetep aja beda kalau dilihat dari segi feel, tapi yang begini laku di dunia NFT tapi gak dunia real world. so, ya gak usah khawatir dengan AI karena bagaimanapun juga "tangan manusia" lebih utama dibandingankan tangan AI
BalasHapusJujur sempat kaget dgn kemunculan AI ini. banyak pekerjaan yg diprediksi hilang berkat AI ini. Tapi ya kita harus positif menyikapinya. Msh banyak pekerjaan yg ga bisa dikerjakan AI ini. Yuk semangat mengasah skills agar ga terlibas teknologi AI ini.
BalasHapusbanyak lho keuntungan kecerdasan buatan ini ngebantu pekerjaanku sehari hari. Akhirnya banyak pekerjaan yang harus ningkatin skillnya lagi biar ngga tergantikan oleh kecerdasan buatan
BalasHapusKecerdasan buatan memang banyak membantu manusia dalam menyelesaikan pekerjaan. Namun tetap akan tergantung kepada manusia sehingga ga akan menggantikan manusia seutuhnya. Apalagi di program oleh manusia. Pastinya juga memiliki keterbatasan
BalasHapusBenar, gak perlu takut atau merasa terancam dengan hadirnya kecerdasan buatan karena sehebat atau secanggih apapun program buatan manusia seperti AI ini pasti ada keterbatasannya. Dan setuju banget dengan kalimat Mbak yang ini "Kalau enggak mau tersingkir oleh kecerdasan buatan, maka mulai sekarang janganlah bekerja layaknya robot". Noted, jangan bekerja seperti robot yang nggak punya emosi dan perasaan
BalasHapusPasti ada bedanya lah ya, dan tentunya gak perlu takut juga ke geser karenanya.
BalasHapusTetap tambah skill yang mantaps, karena cerdasnya manusia tidak tergantikan
Kecerdasan buatan lagi marak banget dibahas. Ya, kita sebagai manusia memiliki rasa, nurani, dan pikiran. Sedangkan kecerdasan tak memiliki itu. So, kita mesti menjadi pembeda dg robot. Kita manusia, makhluk yang luar hiasa.
BalasHapusSuka ngeri sendiri sih jika dengar kabar nantinya sejumlah pekerjaan akan digantikan oleh kecerdasan buatan. Padahal bagaimana pun juga robot ga akan bisa menyaingi manusia yang ciptaan Tuhanya.
BalasHapusBiar gimana pun, harusnya manusia lebih cerdas sih ya, secara kecerdasan buatan itu dibuatnya juga oleh manusia kan. Manusia punya hati, masih bisa berempati sedangkan kecerdasan buatan ya cuma sekadar cerdas aja.
BalasHapusBener kak, untuk urusan karya jangan sampai terlalu mengandalkan kecerdasan buatan. Sebab kecerdasan buatan itu sendiri merupakan karya ciptaan manusia
BalasHapusYa, sepakat banget kecerdasan buatan hanyalah perkembangan teknologi dan nggak mungkin menggantikan manusia.
BalasHapusSaya baru-baru ini mempelajari tentang CHATGPT kak. Saya setuju AI bisa mempermudah pekerjaan tapi tetap saja AI tidak akan bisa menggantikan peran manusia
BalasHapuspernah baca bahwa masa depan kelak banyak pekerjaan manusia yng digantikan dengan robot karena ada kecerdasan buatan ini, Tapi pasti ada hal mendasar yang sama sekali tidak bisa digantikan oleh kecerdasan buatan ini, karena yang menciptakan manusia.
BalasHapusKecerdasan buatan itu memang bermanfaat banget dan memudahkan sih, tapi tetap saja tidak bisa menggantikan peran manusia.
BalasHapusMerasakan banget kenikmatan ada kecerdasan buatan. Memang jadi mengurangi banyak SDM ya.. Semoga lebih banyak lagi kecerdasan buatan yang dibuat untuk memudahkan hidup manusia sehingga anak muda semakin terpacu mengembangkannya di bidang keilmuan yang sesuai.
BalasHapusMemang sebuah teknologi pasti ada kelebihan dan kekurangan masing-masing tapi semoga saja kecerdasan buatan ini bisa memberikan manfaat lebih banyak daripada kekurangannya
BalasHapusInfo yang bagus nih. Secara, banyak yang khawatir tersingkir oleh AI. Bahkan katanya vlogger dan influencer pun akan digantikan AI.
BalasHapusMak ida, inspiratif sekali tulisannya, menambah point of viewku alhamdulillah
BalasHapusMak ida tulisannya baguuuuuus, masya Alloh
BalasHapus