Aku menonton film "13 Bom di Jakarta" pada hari pertama, yaitu 28 Desember 2023. Senang banget lihat antusiasme penonton yang memenuhi 2/3 kursi di studio. Enggak heran kalau film produksi Visinema Pictures ini berhasil meraup lebih dari 500 ribu penonton di minggu pertama.
Film yang disutradarai Angga Dwimas Sasongko ini memang layak mengklaim sebagai film laga Indonesia terbesar di tahun 2023. Film ini juga mendapat tanggapan positif sejak penayangannya di Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2023 (JAFF).
Sinopsis Singkat
"13 Bom di Jakarta" mengisahkan teror yang direncanakan oleh Arok (Rio Dewanto) dan kelompoknya. Mereka menanam 13 bom di berbagai lokasi di Jakarta karena kekecewaan atas sistem keuangan Indonesia.
Dua pendiri startup mata uang digital, William (Ardhito Pramono) dan Oscar (Chicco Kurniawan), tanpa sengaja terlibat dalam kasus ini dan ikut diburu Badan Kontra Terorisme Indonesia (ICTA) pimpinan Damaskus (Rukman Rosadi).
Alur
Adegan pembukanya tentu bukan hantu seperti di Shinbi House, melainkan aksi pemboman truk uang yang intens diiringi kejar-kejaran kendaraan dan baku tembak. Ritme dan ketegangan berdurasi 143 menit ini berhasil dibangun dari awal hingga akhir film.
Meski tensi film mendadak turun setelah adegan pembuka di atas, aku pribadi enggak masalah, ya. Sebab, ini memberi ruang penonton untuk mengatur napas sejenak sambil lebih mengenal karakter, motivasi, dan situasi yang ada. Bagian kedua dari "13 Bom di Jakarta" ini berfokus pada aksi spionase yang terencana dan bersifat rahasia. Panjangnya hingga melebihi setengah durasi film.
Berikutnya, adegan pemboman MRT dan bandara, yang dilanjutkan pada upaya kontra spionase oleh Badan Kontra Terorisme Indonesia (ICTA), yang menyusup dan menetralkan musuh dengan menggunakan taktik intelijen.
Adegan
Prolog dari "13 Bom di Jakarta" dirancang dengan detail dan penuh aksi menarik. Berlangsung di tengah hari terik, dirajut dengan teliti, menampilkan kualitas sinematik yang autentik dan menawan. Koreografi aksi yang meliputi pertarungan, tembak-tembakan, hingga adegan kejar-kejaran kendaraan dilakukan dengan eksekusi yang impresif.
Aksi peledakan yang realistis bahkan sampai menutup Jalan Fatmawati, serta baku tembak dengan beragam jenis senjata asli, menambah dimensi nyata pada film ini. Visual efek yang memukau disertai dengan skor musik yang apik pun melengkapinya.
Kamera bergerak secara dinamis di berbagai titik, memberikan kesan prolog yang mirip dengan adegan perampokan di film-film Hollywood. Pengeluaran yang setara dengan biaya tiga film tampaknya sepadan dengan hasil akhir yang spektakuler ini.
Di tengah, ada beberapa adegan yang menunjukkan inkompetensi kepolisian. Sepertinya, ini memang sengaja sebagai kritik, ya. Cuma, menurutku, sekacau-kacaunya, mestinya sih enggak ada ceritanya orang yang memimpin tim di balik meja jadi turun ke lapangan memimpin pasukan mendesak musuh. Urusan di depan komputer dan di luar ruangan seharusnya menjadi tanggung jawab orang yang berbeda, kan?
Film ini juga masih memiliki kekurangan pada adegan pertarungan akhir yang tampak seadanya. Sudut pandang kamera yang terlalu dekat dengan subjek membuat penonton kesulitan untuk menikmati adegan yang seharusnya sangat seru.
Karakter dan Akting
Suamiku geli banget begitu nama Indodax, Oscar, William, dan Agnes muncul. Iklannya frontal, nih. Apa lagi, Oscar Darmawan, CEO asli Indodax, muncul di film ini sebagai cameo. Namun, itu masih terasa aman buatku hingga kedua tokoh antagonis utama menyebutkan alasan mereka melakukan teror.
Kenapa keduanya mengerucut ke kasus Surya, sih? Mestinya, kalau pengin bikin dendam ini bisa ditarik meluas se-Jakarta atau bahkan se-Indonesia, ya kasus pemicunya dibikin beda-beda, dong! Misalnya, perlakuan istimewa bagi kerabat orang dalam yang bikin tips melamar kerja terasa enggak berguna.
Yang paling aku sayangkan sih, kurangnya pendalaman karakter tokoh antagonis utama, Arok. Hal ini juga seperti memicu kebingungan tersendiri bagi Rio Dewanto dalam memainkan perannya. Padahal, seharusnya dia bisa banget jadi tokoh super jahat.
Entah dengan mengadopsi garangnya sang pelatih di Garuda di Dadaku 2 (2011), histeria di Modus Anomali (2012), atau sinisme di serial Sianida (2021), Rio Dewanto bisa melakukan jauh lebih baik daripada apa yang ada dalam "13 Bom di Jakarta".
Tokoh Waluyo (Muhammad Khan) tampak lebih berintegritas dengan cita-cita mereka meski tidak satu pandangan dengan Arok. Dengan motivasi yang kurang lebih sama, Muhammad Khan lebih mampu menyampaikan kegelisahannya hingga terasa dekat dengan penonton.
Acungan jempol tertinggi kuberikan ke Rukman Rosadi. Aktor yang biasanya jadi bapak cupu ini bisa memanfaatkan dengan baik panggung besar yang didapatnya. Iyalah. Pelatih akting gitu, lo.
Ardhito Pramono juga sangat alami dan orisinal aktingnya, terutama saat diinterogasi ICTA. Lutesha pun asyik banget membawakan karakter Agnes, cewek pembalap yang menggemaskan. Bisa membayangkan?
Dialog
Sayangnya lagi, dialog di sini banyak yang terasa kaku dan kurang efektif. Mulai dari susunan kalimat yang bertele-tele, sampai timbal-balik di antara kedua belah pihak yang berkonfrontasi tetapi terasa hambar. Di beberapa bagian, terdapat sulih suara yang kurang pas dengan gerak bibir.
Kesimpulan
Walaupun ada kelemahan, "13 Bom di Jakarta" tetap menonjol dalam hal aksi dan ketegangan yang dibangun sejak awal film. "13 Bom di Jakarta" memberikan pengalaman yang segar bagi industri film aksi Indonesia. Tonton deh, biar tahu sudah seberapa maju perkembangan film kita.
Wah, ada Muhammad Khan! Akting dia udah mencuri perhatian sejak di film Susuk, sih.
BalasHapusKalo baca dari skenarionya sih kayaknya seru ya filmnya, cuma kalo ingat kasus-kasus pemboman gitu aku kok rada ngeri, jadi ingat peristiwanya dulu
BalasHapusIni filmnya sempet jadi trending di twitter. Kirain ada kasus apa, ternyata film. Keliatannya seru ya dan isunya jg kekinian ngangkat ttg uang digital. Pengen nonton? Hmm bukan genre favku sih 😅
BalasHapusMbak Farida kalau nulis review film memang selalu keren. Akh kemarin lihat iklannya, sepertinya seru nih filmnya. Filmya kekinian juga ya, ada isue tentang mata uang digital juga.
BalasHapusAku udah nonton film ini, Mbak. Awalnya penasaran karena aktornya Rio Dewanto. Sepanjang nonton film ini tuh jedag jedug mulu dan deg-degan deh aku.
BalasHapusWah sepertinya seru juganih filmnya, lepas dari berkekurangan yg ada. Terima kasih sharing review nya ya mba.. jadi pertimbangan utk nonton nih...
BalasHapusSempet liat iklannya pas trahir kr bioskop cuma blm tertarik nonton aja. Meskipun udah banyak perkembangan bagus di film2 Indonesja akhir2 ni tapi tetep masih harus banyak belajar ya supaya smua aspek dalam film bisa oke
BalasHapusUdah lama ngga nonton film indonesia, dikasih rating brp mba ini filmnya? Kali aja ada waktu dan bsa nonton.
BalasHapus7.95 hehehe...
HapusSepertinya bagus ya mbak..anakku yg cewek no 2 suka nih film2 action ketimbang drama, semoga perfilman Indonesia semakin maju ua
BalasHapusAku penasaran loh film ini, mbak. Sempat nonton trailer nya juga, tapi gak ada teman nonton jadi ya gagal deh.
BalasHapusBaca review mba Ida makin bikin aku kepo, masih tayang gak sih mbak?
Masih
Hapus