Sabtu barusan, aku ikutan acara yang seru banget. Bersama teman-teman bloger Gandjel Rel dan Duta Kemanusiaan Kota Semarang, kami berkesempatan mengikuti kegiatan Fun Forest Healing yang diselenggarakan oleh PMI Kota Semarang di Hutan Jati Wonosari, Mangkang, Semarang.
Setelah registrasi dan mengukur tensi darah, kami meluncur ke hutan dalam kota yang terpampang di bawah jalan tol Semarang-Batang. Siapa sangka? Di kota Semarang nan panas ini ternyata ada oase hijau yang demikian luas? Di atas adalah jalur perjalanan kami. Wih! Enggak sabar, deh!
Dr. dr. Awal Prasetyo, M.Kes, Sp THT-KL, MM (Ars) |
Kegiatan ini diprakarsai oleh Ketua PMI Kota Semarang, Dr. dr. Awal Prasetyo, M.Kes, Sp THT-KL, MM (Ars), sesuai tema PMI tahun ini yaitu Humanity for Green Life. Hal ini dalam rangka menjaga keseimbangan kesehatan manusia sesuai panduan WHO, yaitu mencakup aspek fisik, psikis, dan sosial. Hal ini menjadi pegangan berbagai lembaga medis di dunia, termasuk https://pafikabtapanuliutara.org.
Jadi, acara Fun Forest Healing ini diselenggarakan agar kita lebih kuat secara fisik, sejahtera secara mental, serta lebih dekat dengan lingkungan.
Ratnaningdyah Hasna Zahari, S.H., M.H |
Juga hadir di markas siaga bencana ini Sekretaris PMI Kota Semarang, Ratnaningdyah Hasna Zahari, S.H., M.H, yang menerangkan bahwa PMI memiliki perusahaan agar mandiri secara dana, tidak hanya bergantung pada donasi. Selain dengan mengadakan kegiatan berbayar seperti Fun Forest Healing dan Forest Therapy, sebelumnya PMI Kota Semarang sudah menjalankan usaha pembuatan bata ramah lingkungan.
Duduk di kursi dari kiri ke kanan: Dr. Hendro Prabowo, S.Psi, Mas Azis, dan Mas Rahman |
Aktivitas seru ini dipandu praktisi Forest Therapy, Dr. Hendro Prabowo, S.Psi. Kami juga dibantu oleh seorang psikolog sekaligus terapis dari Kediri, Mas Azis, juga para fasilitator seperti Mas Rahman, Pak Fajar, dan Mbak Ninik yang siap mendampingi kami tidak sekadar jalan-jalan biasa di alam terbuka, tetapi juga mendapatkan pengalaman dan wawasan tentang mindfulness.
Pak Hendro memberikan sedikit gambaran tentang mindfulness atau dalam bahasa yang lebih akrab adalah 'khusyuk'. Yaitu, berfokus pada aktivitas saat ini. Enggak diselingi dengan memikirkan yang sudah lampau ataupun apa yang terjadi nanti. Dengan begitu, panca indera plus insting kita akan bekerja lebih optimal menangkap segala kesan yang terjadi saat ini. Jadinya, ingatan kita juga lebih awet.
Di kegiatan ini, kita semua diharapkan selalu riang dan enggak kecapekan. Jadi, misal pegal, ya minta istirahat dulu. Kalau haus, ya minum dulu. Pokoknya senang dan benar-benar menikmati setiap langkah yang dilakukan.
Tea Time
Sebelum memulai perjalanan, ada Tea Time yang disediakan ibu-ibu Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT). Menunya berupa aneka rebusan kacang, singkong, pisang, dan umbi yang aku enggak tahu namanya. Minumnya aku pilih bir pletok karena penasaran. Dari hasil berselancar, minuman tradisional khas Betawi ini terbuat dari berbagai rempah-rempah seperti jahe, serai, kayu manis, dan daun pandan. Hangat dan aromanya khas.
Mindful Walking
Tanpa membawa ponsel dan ransel, kami memulai mindful walking menempuh perjalanan sekitar 1,5 km dari markas ke Curug Wadas Malang di hutan Wonosari. Berbekal sebotol air, kami benar-benar diajak untuk merasakan setiap langkah, suara alam, dan aroma hutan yang segar. Setiap momen terasa begitu berharga dan menenangkan.
Hal baru buatku adalah saat berjalan di bawah tol. Ternyata, suara kendaraan yang lewat itu bukan cuma desingan angin seperti kalau kita di jalan raya, ya. Roda-roda yang beradu dengan aspal menimbulkan suara seperti gelondongan kayu yang menggelinding di atas rel besi. Apa aku aja yang telat tahu?
Sebelum benar-benar khusyuk, aku yang memang visual banget ini malah lebih banyak memandangi sekitar daripada benar-benar fokus ke langkah. Tapi, katanya sih, enggak perlu terlalu dipikir apakah kita sudah mindful walking. Biarkan aja. Toh, setelah sibuk menoleh sana-sini, lama-lama juga aku mulai menghayati tapak demi tapak.
Silence
Di titik yang belum terlalu jauh, kami diajak melakukan silence. Selama beberapa menit, kami diminta untuk berhenti dan mengindera sekitar tanpa berbicara, mengembangkan dada sambil perlahan merentangkan lengan untuk merasakan oksigen segar yang masuk ke tubuh.
Begitu menutup mata, sontak semua suara alam yang tadinya samar-samar dari kejauhan jadi terdengar sangat jelas dan dekat. Aku takjub banget karena ternyata kicauan burung, bunyi jangkrik, embusan angin, dan deru mesin pemotong pohon bisa sejernih ini di telinga.
Tree Hugging
Melanjutkan perjalanan, adik-adik Duta Kemanusiaan sudah mulai memilih bertelanjang kaki untuk memperkaya sensasi. Ini yang disebut grounding/earthing. Kami memang tidak diminta melakukan secara khusus, tetapi diizinkan bagi yang mau aja.
Kami berhenti di sebuah persimpangan berbentuk huruf Y. Tampilannya sangat eksotis, terasa seperti di negeri Lord of The Rings. Daripada bingung menentukan mau ambil jalur kiri atau kanan, salah satu peserta memilih menepi ke bagian kiri di mana banyak pohon Trembesi yang sangat memanggil. Keberadaannya seperti kantong oase yang segar di antara hutan jati yang sedang meranggas.
Pendamping pun setuju dan mengajak kami tree hugging di sini. Aku memilih pohon terdekat karena memiliki sulur anggrek yang panjang. Saat memeluk, entah kenapa aku enggak merasakan tekstur kulit pohon yang kasar. Empuk dan nyaman aja buat didekap.
Mbak Ika yang sempat kebingungan memilih pohon, kuajak memeluk pohon bersama. Entah mungkin merasa enggak nyaman karena ada semut, beliau pun mencari pohon lain. Sementara, aku bertahan beberapa saat di pohon itu hingga dua ekor semut menggigit kedua sudut mata.
Aku masih merasakan keberadaan kedua semut itu saat beralih. Namun, begitu menuju pohon lain, semut itu seperti terbang entah ke mana. Di pohon kedua ini, aku bisa memeluk sepuasnya karena bebas semut.
Ternyata, mindfulness itu benar-benar menajamkan indera, ya. Aku bisa melihat serat-serat tipis berkilau seperti jaring laba-laba di sepanjang tubuh pohon. Karena ketagihan dengan sensasi tutup mata, aku kemudian memejam untuk mendengar bisikan angin, gesekan dedaunan, dan nyanyian burung.
Senangnya. Adik-adik Duta Kemanusiaan bahkan sudah forest bathing alias berbaring di atas tanah duluan. Beranjak dari sini, aku memilih melepas sepatu yang solnya terasa terlalu tebal dan berjalan hanya mengenakan kaos kaki.
Grounding di Sungai
Melewati sungai, kami diajak mendekat untuk memperhatikan aliran sungai beserta segala sensasi yang hadir di sekeliling. Tak tahan, kami pun memilih turun untuk bersentuhan langsung dengan air yang sangat sejuk.
Mindful Sitting
Kembali berjalan, aku masih memilih untuk berkaos kaki saja. Setelah beberapa saat, kami diajak untuk duduk dengan tenang dan senyaman mungkin. Merasakan setiap embusan angin, suara burung, dan aroma hutan dalam keadaan mata tertutup. Kami juga dipandu mengatur napas. Ada banyak materi perenungan saat kami melakukan mindful sitting ini.
Forest Bathing
Di Jepang, juga dikenal sebagai shinrin-yoku. Ini bukan berarti kita mandi di dalam hutan, ya. Melainkan kita berjemur di atas tanah di dalam hutan sambil meresapi suasana alam dengan semua indera. Daun kecil yang berguguran, cahaya matahari yang menembus pepohonan, dan suara aliran air terjun benar-benar memanjakan.
Yang ajaib, kita kan berbaring beralaskan matras tipis di atas bebatuan aneka ukuran. Bukannya linu, malah rasanya itu batu-batu di bawah punggung seperti ikut bernapas bareng aku. Senyaman itu! Enggak heran kalau banyak yang tertidur, ya.
Mindful Eating
Puncak dari kegiatan ini adalah mindful eating di dekat air terjun. Kami menikmati pisang dengan perlahan. Mulai dengan meraba tekstur kulit, membuka pelan, mencium aroma, memperhatikan daging pisang, mendekatkan pisang ke mulut hingga mulai terasa sinyal lapar, merasakan setiap gigitan, mencari rasa di dalam mulut, mengunyah hingga lembut, dan perlahan menekan sambil merasakannya masuk melalui kerongkongan ke perut. Anehnya, setelah beberapa gigitan, aku merasa bahwa potongan pertama sudah benar-benar sampai di perut.
Makan Siang dan Sharing Session
Setelah perjalanan, kami berkumpul di markas untuk menikmati makan siang dengan menu lauk tradisional yang lezat, disiapkan oleh ibu-ibu dari SIBAT. Ada sayur sop, tumis sanca inchi yang merupakan tanaman superfood dan sedang dikembangkan PMI, tahu tempe bacem, bandeng presto, dan lain-lain. Minumannya ada yang dingin maupun rosela hangat. Semuanya lezat! Sambil mendengarkan para peserta berbagi pengalaman.
Kesimpulan
Pengalaman ini benar-benar membuka mata dan hati kami terhadap pentingnya mindfulness dan koneksi dengan alam. Kegiatan yang diadakan oleh PMI Kota Semarang ini tidak hanya memberikan kebahagiaan tetapi juga pengetahuan yang mendalam tentang kesehatan fisik, mental, dan sosial.
Bagi kalian yang tertarik untuk merasakan sendiri manfaat dari Fun Forest Healing, PMI Kota Semarang akan mengadakan acara ini setiap Sabtu-Minggu dengan biaya 150 ribu rupiah. Ada juga kegiatan Forest Therapy yang jalurnya lebih singkat untuk penanganan lebih oleh para pakar, lo! Yuk, daftar sekarang juga!
Seru kak perjalanannya. Menikmati lingkungan sekitar sambil berjalan kaki, eh plusnya menikmati kuliner juga
BalasHapusYa ampuunnn pengen banget ikutan kayak gini, dulu tuh pernah nulis tentang forest healing, seketika penasaran pengen gitu cobain, tapi emang belum memungkinkan.
BalasHapusRasanya healing di tempat damai kayak di hutan tuh menyenangkan sekali. Ditemani suara alam yang indah
Menggugah rasa ya dekat dengan alam, mulai dari suara desau angin, nyanyian dedaunan yang bergesekan apalagi suara aliran sungai serasa jadi pengen tinggal disana gitu ya hahaa
BalasHapusRp 150 ribu sih murah untuk kegiatan yang begitu bermanfaat
BalasHapusApalagi untuk penduduk Kota Semarang yang udara panasnya ampun-ampunan deh
Smart ya PMI? Menyediakan kegiatan mengasyikkan agar masyarakat Indonesia sehat jasmani dan rohani
Seneng banget deh lihat acara seperti ini. Gak hanya mengajak kita sehat secara fisik tapi juga merabuk jiwa. Kita juga diajak untuk lebih mencintai lingkungan dengan caranya sendiri. Bagus juga kalau mengadakan company atau family gathering dengan konsep seperti ini ya. Beneran layak ditiru.
BalasHapusMungkin sensasi saat fun forest healing ini yang dirasakan para pendaki gunung, ya. Bedanya mereka ada beban tas carrier, memakai outfit pendakian. Bisa jadi saat berjalan mereka juga melakukan mindfulness dan sesekali silence saat rehat. Bisa jadi ya, mb?
BalasHapusAku pernah tinggal di Semarang. Dan tahu banget betapa panasnya udara di kota itu. Aku juga nggak menyangka ada hutan di sana e. Sesekali harusnya aku bisa mindfulness ke sana ya. Biar tetap fresh meski cuacanya panas.
BalasHapusMenyenangkan sekali! Ini sih kegiatan yang sangat menyenangkan dan menyehatkan. Baca ini jadi pengen, bagus juga karena ada tiap minggu. Btw, saya kok jadi kangen banget sama Mbak Ika... Tambah awet muda saja nih.
BalasHapusMenyenangkan sih bagi saya jika ada kegiatan fun forest ini. Sayang di Surabaya untuk hutan sendiri rasanya sudah tidak ada. Bisa sekaligus untuk healing ya kak
BalasHapus