Senang sekali bisa menjadi bagian dari peluncuran program baru Digital Psychology di Binus University @Semarang. Sebab, ini dua jurusan yang aku pilih dulu pas mau masuk kuliah. Eh, sekarang bisa digabung, dong!
Dalam acara bertema “Leveraging Technology Through People for a Connected Future,” dua narasumber ahli, Nucki Prasastia (VP – Marketing Strategy, PT Smartfren Telecom) dan Raymond Godwin, S.Psi., M.Si (Deputy Dean of Faculty of Humanities). Diskusi berdaging ini dimoderatori oleh Dewi Eka Wistiningsih, S.Psi, M.Psi, Psikolog (Student Affairs Consellor) yang tidak kalah piawainya. Pesertanya terdiri dari para siswa, guru, media, dan bloger. Seru!
Berikut ini sebagian wawasan yang dibagikan dalam acara tersebut.
Teknologi dan Privasi Pengguna: Dampak, Tantangan, dan Masa Depan Digital
Perkembangan teknologi yang pesat telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan kita sehari-hari, terutama dalam hal bagaimana data kita digunakan dan dikendalikan. Salah satu efek terbesar dari kemajuan teknologi adalah penyebaran data yang begitu luas.
Setiap klik, setiap like, dan setiap interaksi daring kita menjadi bagian dari data perilaku yang dikumpulkan dan dianalisis oleh pengembang aplikasi. Namun, apa yang sering luput dari perhatian adalah bagaimana data ini digunakan untuk memprediksi perilaku kita selanjutnya, sehingga kita menjadi semakin dikendalikan oleh rekomendasi teknologi.
Ketika teknologi mulai mendikte apa yang kita lihat dan baca, pola pikir kita menjadi sempit, hanya berfokus pada informasi yang disodorkan, dan hal ini berdampak buruk pada kesehatan mental. Sering kali, berita yang direkomendasikan adalah berita negatif yang dapat memicu emosi dan stres.
Di media sosial, kita mudah memberikan respons seperti like atau dislike, yang tanpa disadari bisa memengaruhi kondisi emosional kita. Tanpa interaksi langsung, pengguna yang mengalami tekanan atau depresi tidak bisa menjelaskan perasaan mereka lebih lanjut, dan ini memperparah keadaan.
Bias dan Etika Penggunaan Data
Dalam penggunaan teknologi, bias dan etika sering menjadi pertentangan antara bisnis dan moralitas. Banyak aplikasi mengharuskan pengguna untuk menyetujui syarat dan ketentuan yang panjang sebelum dapat menggunakan layanan, yang sering kali diabaikan oleh pengguna. Ini membuka celah bagi perusahaan untuk menggunakan data pribadi kita dengan cara yang mungkin tidak etis. Namun, di sisi lain, banyak pengembang masih memiliki hati nurani dan berusaha memahami bagaimana teknologi dan perkembangan manusia dapat saling terkait.
Foto oleh Irfa Hudaya |
Tantangan Integrasi Psikologi dan Teknologi
Psikologi, sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia, sebenarnya dapat berkontribusi besar dalam pengembangan teknologi. Sayang, masih ada kesalahpahaman antara dunia psikologi dan teknologi.
Orang sering kali menganggap bahwa psikologi dan ilmu komputer bertentangan. Padahal, keduanya dapat saling melengkapi. Teknologi seharusnya dirancang untuk membantu kebutuhan manusia, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mengintegrasikan pengetahuan psikologi dalam proses pengembangan teknologi sejak awal.
Memasuki dunia teknologi bukanlah hal yang mudah bagi para psikolog. Mereka perlu belajar banyak tentang teknologi agar bisa memahami bagaimana memanfaatkannya untuk kepentingan manusia. Sebaliknya, para pengembang teknologi juga perlu belajar tentang psikologi untuk menciptakan produk yang lebih manusiawi. Tantangan ini sering kali menyebabkan produk teknologi baru perlu direvisi setelah mendapat protes dari pengguna.
Jika keduanya bisa saling belajar dan bekerja sama sejak awal, banyak masalah dapat dihindari. Sebagai contoh, gim untuk remaja harus dirancang berbeda dengan gim untuk dewasa, karena perbedaan motorik dan kebutuhan emosional antara kedua kelompok umur ini.
Masa Depan Digital dan Peran Psikologi
Di masa depan, teknologi akan semakin terhubung dengan kesejahteraan pengguna. Perusahaan tidak hanya ingin hubungan yang transaksional dengan pengguna, tetapi juga bisa memberikan solusi yang lebih holistik. Misalnya, kuota data bisa dialokasikan sesuai kebutuhan pengguna.
Tidak lama lagi, penawaran bisnis akan semakin terpersonalisasi, dan di sinilah pentingnya digital psychology untuk memberikan rekomendasi yang tepat. Chatbot, misalnya, sudah cukup luwes dalam berinteraksi dengan pengguna, tetapi masih kurang dalam aspek visual, emosi, dan empati.
Di sisi industri, penting bagi para profesional IT untuk tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga memahami bagaimana data yang mereka kelola dapat digunakan untuk memotivasi dan memahami kebutuhan manusia. Psikologi, dengan risetnya yang mendalam, dapat menemukan motivasi pengguna dengan cara yang lebih efektif dengan bantuan digital. Perkembangan ini juga memungkinkan banyak profesi yang sebelumnya dijalankan manusia, seperti customer service, untuk digantikan oleh AI yang lebih manusiawi.
Kita harus bisa mengontrol teknologi agar masa depan generasi berikutnya tidak dikendalikan oleh teknologi, tetapi sebaliknya. Kita harus menjadi pengguna teknologi yang cerdas, super smart user, yang lebih pintar dari smartphone kita. Kita harus memahami teknologi yang kita gunakan, belajar tentang bagaimana mesin bekerja, dan terlibat aktif dalam perkembangan teknologi.
Jurusan Digital Psychology
Saat ini, psikologi dan ilmu komputer bisa dipelajari secara otodidak atau melalui jalur nonformal. Jadi, peran para akademisi lebih kepada mengembangkan kurikulum yang adaptif terhadap kenyataan teknologi, yang semakin memungkinkan siapa pun untuk terlibat dalam pengembangan teknologi.
Pentingnya digital psychology tidak bisa diabaikan, karena perusahaan teknologi akan terus bermunculan dan menciptakan ikatan yang lebih erat dengan konsumen. Persaingan di masa depan bukan lagi tentang siapa yang lebih besar, tetapi siapa yang lebih cepat dan lebih mampu memahami konsumen. Dengan kombinasi pengetahuan psikologi dan teknologi, kita bisa menciptakan masa depan yang lebih baik, di mana teknologi benar-benar digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.
Jurusan Digital Psychology adalah langkah penting ke arah ini. Pendaftarannya sudah dibuka Binus University di beberapa kota, termasuk Semarang, untuk tahun 2025. Dengan belajar 9 semester, bisa mendapatkan 2 gelar sekaligus, yaitu S.Psi dan S.Kom! Mantap enggak, tuh? Ada kesempatan mendapatkan beasiswa 100% juga, lo!
Ini adalah kesempatan emas bagi mereka yang ingin berada di garis depan perubahan ini. Jadi pengin merekomendasikan ke anak-anakku, deh. Kalau kamu?
Mendapatkan 2 gelar sekaligus, yaitu S.Psi dan S.Kom. Woooowww!!
BalasHapusTapi belajar dua ilmu sekaligus juga ngga bisa main-main ya.
Kereeeen binus semarang
Ayoo adek2 kejar beasiswanya, 100% loh. mantap, hehee
Bagus banget ada sinergi ilmu psikologi dan ilkom. Apalagi bisa langsung ikut double major gini di dalam negeri
BalasHapusKita memang tidak boleh terlalu dikendalikan oleh teknologi. Sudah seharusnya, kita sebagai makhluk yang berakal bisa menggunakan teknologi dengan baik. Digital psychology ini bisa membantu kita untuk lebih mudah menggunakan teknologi yang manusiawi. Apalagi lulusannya bisa mendapatkan gelar ganda. Sebagai Sarjana Psikologi dan S.Kom.
BalasHapusKontrol teknologi ya memang ada di tangan kita ya, maka pilih deh jurusan kuliah yang tepat untuk itu
BalasHapusTernyata Binus juga ada di Semarang ya?
BalasHapusKirain selain Jakarta, cuma ada di bandung, hehehe
Penasaran banget dengan digital psychologi, karena yang satu merupakan terapan ilmu eksakta, satunya lagi ilmu sosial
Tapi apa yang tak mungkin di era digital ya?
Saya jadi paham. Ternyata tombol LIKE yang kita tekan di media sosial (spesifik di IG) bisa mengarahkan kita ke jejaring yang timbul setelahnya. Saya jadi teringat. Di satu masa saya lagi sering banget nge-like postingan ibu dan bayi. Sehabis itu, postingan jenis yang sama terus bermunculan di timeline saya. Padahal akun tersebut tidak saya follow sama sekali.
BalasHapusAda teman yang juga ngomong, kalau kamu nge-like postingan seseorang yang kita follow di IG dan kita lakukan berulangkali, maka timeline kita akan terus mengusung postingan ybs, setiap kita buka IG. Awalnya saya gak percaya, tapi akhirnya sudah membuktikan sendiri. Dari sini saya juga berpikir, dari jemari kita sendiri, akan muncul influence yg kadang tidak kita duga.
Terobosan baru nih Binus, jeli mencari peluang dan memanfaatkan keadaan. Tapi aku setuju banget, teknologi memang seharusnya kita yg atur sebagai pengguna. Sehingga saingannya bisa semakin tajam. Semoga dengan adanya digital psikologi dari Binus ini, semakin mempertajak filter teknologi.
BalasHapusSeruu nih ada jurusan Digital Psychology di Binus University @Semarang.
BalasHapusPastinya mempelajari psikologi para pengguna digital yang kalau uda bisa dibilang sih yaa.. mostly, alias hampir gak ada orang yang gak terhubung dengan dunia digital di zaman ini.
Jadi sangat bermanfaat, minimal untuk anak muda zaman sekarang memahami apa yang penting dan tidak penting atau bahkan berbahaya untuk dibagikan di sosial media.
Waah menarik nih jurusannya. Memang telnologi harus berkembang lebih manusiawi dengan begitu penggunanya juga tidak akan kehilangan jati diri sebagai manusia dan berubah seolah-olah menjadi robot yang dikendalikan oleh teknologi.
BalasHapusWah keren ada jurusan Digital Psychology , penting banget ini karena sekarang semua serba digital jangan sampai tidak ada lagi sisi humanis pada pengguna teknologi digital sendiri
BalasHapusWah, keren Binus. Ternyata di Binus Semarang udah lebih dulu ya launching jurusan Digital Psychology ini. Binus Bandung baru bulan lalu. Jurusan yang sangat menarik. Aku kalo masih muda, dan punya dananya, kepengen deh masuk jurusan ini. Double degree pula ya.
BalasHapus